









Perdebatan tentang keberhasilan dan keefektifan pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan (KKP) sebagai salah satu common property resource terkait erat dengan
masalah tata kelola pemerintahannya. Berbagai definisi tentang tata kelola
pemerintahan menggambarkan bahwa tata kelola pemerintahan mensyaratkan
pelibatan dan kerjasama antara aktor-aktor pemerintah dan aktor lain di luar
pemerintah untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui jaringan dan kemitraan.
Berbagai pengalaman dan kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya kelautan
memperlihatkan adanya kebutuhan untuk menyeimbangkan pendekatan top-down
dan bottom-up yang selama ini digunakan.
Peneliti dan praktisi menyatakan pentingnya menyesuaikan pendekatan
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dan menyediakan lingkungan dan
platform belajar yang partisipatif dimana individu dapat bertemu, belajar bersama,
dan mengambil keputusan kolektif. Dalam konteks pengelolaan lingkungan,
interaksi yang intensif antara aktor yang terlibat ternyata berkaitan dengan adanya
konstruksi refleksif atau perubahan identitas personal dan kolektif yang terkait
dengan alam. Terkait dengan pendekatan tata kelola, disimpulkan bahwa adanya
perbedaan pendekatan pengelolaan (terutama antara pendekatan top-down dan
bottom-up) memunculkan adanya perbedaan penguasaan pengetahuan, yang
berimplikasi pada perbedaan interaksi antar stakeholder dalam proses pembelajaran
sosial sehingga kemungkinan akan menghasilkan outcome yang berbeda pula.
Penelitian ini berupaya menggali dan memahami sejauh mana pembelajaran sosial
terjadi dalam pengelolaan KKP secara top-down dan bottom-up, terutama terkait
proses dan outcome pembelajaran sosial dalam kedua pendekatan tersebut.
Hasilnya kemudian digunakan untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif
untuk mempromosikan pembelajaran sosial dalam lingkup yang lebih luas dalam
bentuk co-management yang menyeimbangkan pendekatan top-down dan bottomup dalam pengelolaan KKP. Strategi yang dipilih untuk menjawab pertanyaan studi
adalah dengan penggunaan studi kasus. Strategi ini digunakan karena penelitian ini
memiliki karakteristik yang sesuai dengan situasi yang relevan untuk menggunakan
ii
studi kasus, yaitu: fokus untuk melakukan analisis mendalam terhadap kasus
tertentu, misalnya dalam hal program, kejadian, aktivitas, atau individu, baik
individu secara perorangan maupun sekelompok individu, atau fenomena yang
kompleks dan tidak mungkin dijelaskan melalui eksperimen. Sebagai sebuah
metode penelitian empiris, studi kasus bertujuan untuk mengetahui fenomena
kontemporer secara mendalam dan dalam konteks kehidupan nyata dan batasan
antara fenomena serta konteks relatif menyatu dan tidak dapat dipisahkan secara
jelas,serta jika pertanyaan yang diajukan adalah “bagaimana” atau “mengapa”
dimana peneliti tidak memiliki kontrol terhadap suatu kejadian. Penggunaan studi
kasus diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan terkait hasil pembelajaran
sosial dalam perencanaan dan pengelolaan KKP sesuai dengan konteksnya. Kasus
studi dilihat dan dikaji berdasarkan ukuran yang realistis dan terbuka, dan bukan
berdasarkan pertimbangan yang mana yang dianggap ‘benar’ atau ‘terbaik’ dari sisi
teoretis.
Penelitian ini didasarkan pada premis bahwa konservasi sumberdaya alam harus
secara fundamental bergeser dari pertimbangan ekologis semata dan mulai
mengarah pada pertimbangan realitas sosial yang terkait dengan pengelolaan
sumberdaya alam untuk menjamin tercapainya tujuan konservasi dan pembangunan
secara bersama-sama. Oleh karenanya, penggunaan perspektif pembelajaran sosial
dalam pengelolaan KKP yang disertai dengan analisis hubungan antarstakeholder
memungkinkan penelitian ini untuk melihat interaksi antara berbagai stakeholder
yang berbeda dengan dinamika sosial yang berlangsung di dalamnya, interaksi
antara stakeholder dengan lingkungan, dan bagaimana interaksi tersebut
memengaruhi inisiatif konservasi dan sebaliknya. Hal ini menjadi relevan terutama
pada saat ini, dimana sumberdaya kelautan secara global mengalami berbagai
tekanan akibat eksploitasi yang berlebih, degradasi habitat, dan ancaman perubahan
iklim.
Disertasi ini menekankan pada keuntungan mengelola KKP secara bersama-sama
melalui suatu tindakan kolektif, tanpa bermaksud menganjurkan co-management
sebagai satu-satunya solusi untuk mengelola suatu KKP. Dibandingkan dengan
mengedepankan perbedaan antara sistem pengelolaan top-down yang dilakukan
pemerintah dengan sistem bottom-up yang dilakukan masyarakat, disertasi ini
menekankan pada konvergensi antara kedua sistem tersebut dalam suatu perspektif
pembelajaran sosial, sekaligus menekankan pada peran peneliti sosial untuk
menjembatani perbedaan antara teori dan praktik co-management.