Sebagai cekungan terluas dan salah satu yang paling produktif di Indonesia, studi
geologi khususnya sedimentologi di Cekungan Kutai telah dilakukan secara
intensif untuk memahami sistem pengendapannya. Interaksi proses fluvial, pasang
surut dan gelombang telah teridentifikasi dan telah ditafsirkan sebagai sistem
pengendapan delta. Namun demikian, penafsiran tersebut berpotensi
menimbulkan masalah dan diperdebatkan, karena tidak hanya delta yang dapat
dihasilkan dari interaksi proses fluvial, pasang surut dan gelombang namun sistem
pengendapan non delta pada lingkungan transisi berpotensi berekembang.
Iknofosil berpotensi mengungkap sistem pengendapan di Cekungan Kutai. Namun
demikian, studi iknologi pada sistem pengendapan seperti itu sangat jarang
dilakukan, walaupun variasi dan intensitas bioturbasi terlihat pada singkapan dan
inti batuan di Cekungan Kutai terbukti ada.
Tujuan dari studi ini adalah determinasi asosiasi iknofosil dan rekonstruksi sistem
pengendapan di daerah Samarinda interval Serravallian dan Tortonian yang
didasarkan pada data iknofosil. Karena sifatnya yang insitu dan bagian dari
peristiwa sedimentasi dan bagian dari struktur sedimen, maka asosiasi iknofosil
dan variabel iknofabrik dapat digunakan untuk pemodelan sistem pengendapan
dalam ruang dan waktu. Bagaimana sistem pengendapan dapat ditafsirkan dari
asosiasi iknofosil dan variabel-variabel iknofabrik adalah masalah yang perlu
dipecahkan.
Enamratus empat puluh unit iknofabrik telah diamati pada 20 singkapan pada
interval Serravallian-Tortonian di daerah Samarinda. Identifikasi iknotaksa dan
mengukur indeks bioturbasi (IB), keragaman iknofosil (KI), jumlah behavior (JB),
kedalaman penetrasi (KP) dan diameter iknofosil (Dm) telah dilakukan di setiap
unit iknofabrik. Gejala iknologi tersebut diintegrasikan dengan analisis fasies dan
arah umum arus purba untuk penafsiran sistem pengendapan.
Tigapuluh empat iknotaksa telah diidentifikasi, yang meliputi Arenicolites,
Bergaueria, Chondrites, Conichnus, Cylindrichnus, Diplocraterion, Fugichnia,
Gyrolithes, Heimdallia, Helminthoidichnites, Macanopsis, Macaronichnus,
Monocraterion, Ophiomorpha, Paleophycus, Phycodes, Phycosiphon, Planolites,
Platicytes, Polykladichnus, Psilonichnus, Rhizocorallium, Rosellia, Trackway,
Schaubcylindrichnus, Scolicia, Siphonichnus, Skolithos, Taenadium, Teichichnus,
Thalassinoides dan Zoophycus. Duapuluh satu dari semua iknotaksa tersebut
adalah dominan yang menyusun unit iknofabrik. Akibatnya, 21 asosiasi iknofosil
dapat ditentukan. Namun demikian, hanya enam dari 21 asosiasi iknofosil tersebut
adalah asosiasi iknofosil utama antara lain asosiasi-asosiasi Ophiomorpha,
Skolithos, Paleophycus, Thalassinoides, Planolites dan Chondrites. Setiap
asosiasi iknofosil tersebut umumnya muncul sebagai varian monospesifik. Ratarata
IB, KI, JB, KP dan Dm dari 600 unit iknofabrik masing-masing adalah 2,49;
1,69; 1,28; 2,28 and 2,18. Nilai-nilai tersebut dikategorikan derajat rendah.
Temuan ini adalah indikator lingkungan laut dangkal dan brackish.
Iknodisparitas dan pemanfaatan ruang adalah komponen-komponen baru dari
analisis komponen utama. Iknodisparitas adalah fungsi dari IB, KI dan JB dan
komponen pemanfaatan ruang adalah fungsi dari KP dan Dm. Hasil penting
lainnya adalah skor unit iknofabrik yang memiliki nilai paleoekologi. Skor-skor
tersebut tersebut pada sumbu KU-1 dan KU-2 yang dapat dikelompokkan atas
dasar kriteria proses-proses sedimentasi. Pada interval Serravallian, zona A
didominasi oleh Skolithos dan Paleophycus, zona B didominasi oleh Skolithos dan
Ophiomorpha dan zona C didominasi oleh Ophiomorpha, Planolites dan
Skolithos. Pada interval Tortonian, zona D didominasi oleh Ophiomorpha dan
zona E didominasi oleh Skolithos. Secara keseluruhan, iknofosil Serravallian lebih
beragam bila dibandingkan dengan Tortonian.
Iknodisparitas menjelaskan suplai makanan dan energi hidrodinamika.
Pemanfaatan ruang menjelaskan fluktuasi paleosalinitas dan paleotemperatur.
Orientasi distribusi skor KU-1 dan KU-2 berkorelasi dengan tren
paleosedimentasi barat-timur di Cekungan Kutai selama Miosen. Intensitas suplai
makanan dan energi hidrodinamika kemungkinan dikontrol oleh influks fluvial.
Intensitas fluktuasi paleosalinitas dan paleotemperatur kemungkinan dikontrol
oleh peningkatan intensitas spring tides atau rentang pasang surut.
Integrasi peta-peta KU-1 dan KU-2 dan hasil dari analisis fasies dapat
menghasilkan peta-peta peleogeografi dan model-model paleoekologi.
Paleogeografi Serravallian mengindikasikan sistem pengendapan seperti sistem
pantai dominasi gelombang (zona A), delta dominasi fluvial (zona B) dan pantai
kombinasi gelombang-pasang surut (zona C). Iknodisparitas meningkat dari zona
A ke zona C. Zonasi iknofosil yang unik juga telah diidentifikasi. Sistem pantai
dominasi gelombang dicirikan dengan kehadiran Paloephycus dan sistem pantai kombinasi gelombang-pasang surut dicirikan oleh Planolites. Paleogeografi
Tortonian menunjukkan dua sistem pengendapan seperti delta dominasi fluvial
(zona D) yang dicirikan dengan Skolithos dan estuaria (zona E) yang dicirikan
dengan Ophiomorpha. Pemanfaatan ruang meningkat dari zona E ke zona D.
Model-model paleoekologi Serravallian dan Tortonian dapat digunakan sebagai
alat prediksi. Misalnya saja pada Serravallian terdapat kecenderungan
peningkatan suplai makanan yang diikuti dengan perubahan proses sedimentasi
dan intensitas Paleophycus, Planolites, Chondrites and Thalassinoides yang
jendela kolonisasi, struktur dan strategi paleokomunitas dapat diketahui. Pada
interval Tortonian terdapat kecenderungan peningkatan fluktuasi paleosalinitas
dan peleotemperatur yang dicirikan dengan peningkatan intensitas Ophiomorpha.
Secara stratigrafi, probabilitas ditemukannya asosiasi Skolithos semakin
meningkat pada interval Serravallian, sedangkan pada interval Tortonian
menunjukkan sebaliknya. Dengan demikian, sistem pengendapan Serravallian dan
Tortonian dikontrol masing-masing oleh influks fluvial dan spring tides/rentang
pasang surut.