Porfirin memiliki koefisien ekstingsi molar yang tinggi dengan kerangka struktur yang mirip dengan klorofil yang berfungsi sebagai pigmen fotosintesis. Porfirin dapat menyerap emisi cahaya matahari dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 420-450 nm (Soret band) dan serapan medium pada panjang gelombang
500-650 nm (Q band). Grätzel melaporkan bahwa senyawa porfirin, misalnya klorofil, menunjukkan efisiensi kuantum yang tinggi, sekitar 80%. Hal ini menandakan setiap molekul porfirin dapat menghasilkan mendekati satu elektron per satu foton. Oleh karena itu, senyawa turunan porfirin dipilih sebagai salah satu kandidat zat pemeka cahaya yang menjanjikan pada sel surya organik. Akan tetapi porfirin umumnya kurang baik dalam transfer elektron yang menyebabkan turunnya performa sel. Rendahnya transfer elektron disebabkan karena molekul porfirin membentuk agregasi pada permukaan TiO2, rendahnya adsorpsi porfirin di permukaan TiO2, serta lemahnya ikatan porfirin dengan permukaan TiO2. Pada penelitian ini dilakukan beberapa cara untuk meningkatkan transfer elektron dari tetrafenilporfirin (TPP) ke TiO2, yaitu melalui pemasukan logam pusat pada cincin TPP (pembentukan metaloporfirin), pemasukan ligan aksial (penambahan molekul penghubung) pada metaloporfirin, serta penggunaan gugus penambat. Semua strategi tersebut bertujuan untuk mengurangi proses agregasi dan meningkatkan kekuatan ikatan antara porfirin dengan permukaan TiO2.
Senyawa metaloporfirin lebih stabil dibandingkan dengan basa bebasnya. Metaloporfirin mempunyai nilai Jsc yang lebih tinggi dibandingkan basa bebasnya sehingga dapat meningkatkan efisiensi solar sel. Pemasukan ion logam pada cincin porfirin (metaloporfirin) terbukti dapat meningkatkan injeksi elektron dari porfirin yang tereksitasi ke pita konduksi TiO2. Hal ini dibuktikan dengan pengukuran time- resolved photoluminescence, dimana ZnTPP menghasilkan laju injeksi paling cepat, yaitu sebesar 6,88×108 s-1. Pemakaian logam pusat pada cincin porfirin terbukti mengurangi rekombinasi elektron yang ditunjukkan dengan meningkatnya nilai VOC senyawa metaloporfirin dan berkurangnya arus rekombinasi. Arus rekombinasi diperoleh dari hasil fitting persamaan Butler-Volmer termodifikasi pada kurva J-V gelap. Senyawa TPP memiliki laju injeksi yang kecil dan arus rekombinasi yang besar akibat pembentukan agregat molekul TPP pada permukaan TiO2. Pembentukan agregat dapat mengurangi injeksi elektron dari LUMO molekul
porfirin ke pita konduksi TiO2, karena molekul porfirin mengalami proses konversi internal (peluruhan nonradiatif). Hal ini dibuktikan dengan besarnya nilai komponen lambat pada laju peluruhan emisi TPP. Komponen lambat dalam laju peluruhan emisi menggambarkan proses kehilangan elektron akibat adanya transfer elektron diantara molekul porfirin. TPP membentuk agregat tipe-J pada permukaan TiO2 dibuktikan dari spektrum serapan dan emisinya, dimana TPP yang teradsorpsi pada TiO2 mengalami pergeseran merah (red-shift) dan puncak serapannya mengalami pelebaran dibandingkan dengan larutannya.
Pemasukan ligan aksial turunan piridin (molekul penghubung) pada metaloporfirin dapat meningkatkan transfer elektron dari porfirin ke TiO2. Ligan piridin yang digunakan mempunyai gugus karboksilat atau gugus hidrazida yang dapat meningkatkan kopling elektronik antara porfirin dengan TiO2, sehingga laju injeksinya makin cepat. Turunan ligan piridin yang digunakan pada penelitian ini adalah senyawa asam isonikotinat (LI) dan isoniazid (LII). Peningkatan laju injeksi pada senyawa LI-ZnTPP dan LII-ZnTPP terbukti dari meningkatnya komponen cepat dan menurunnya komponen lambat pada laju peluruhan emisinya. LII-ZnTPP memiliki laju injeksi yang lebih cepat dari LI-ZnTPP, yaitu sebesar 7,69×1010 s-1 dan 1,13×109 s-1. Berkurangnya arus rekombinasi dan komponen lambat dengan kehadiran molekul penghubung disebabkan oleh terbentuknya jarak antara ZnTPP dengan permukaan TiO2. Hal ini dibuktikan oleh spektrum Raman. Adanya jarak antara ZnTPP dengan permukaan TiO2 dapat mengurangi rekombinasi elektron, yang dibuktikan dengan meningkatnya nilai VOC LII-ZnTPP (0,450 V) dari ZnTPP (0,300 V).
Keberadaan gugus penambat pada cincin porfirin dapat mempengaruhi adsorpsi porfirin pada TiO2. Zat pemeka yang teradsorpsi sedikit dan yang tidak berikatan kuat pada TiO2 akan menghasilkan performa sel yang rendah. Senyawa basa bebas porfirin yang mempunyai gugus penambat karboksilat dapat terikat kuat dengan TiO2. Adanya gugus karboksilat pada kerangka porfirin meningkatkan kopling elektronik dengan TiO2 sehingga laju injeksi elektron pada TCPP lebih cepat dibandingkan dengan TPP. Posisi gugus karboksilat juga menentukan laju injeksi dan arus rekombinasi elektronnya. Gugus karboksilat pada posisi meta (3-TCPP) terbukti menghasilkan laju injeksi elektron yang paling cepat (5,260×1011 s-1) sehingga menghasilkan rapat arus yang paling besar. Namun, arus rekombinasi 3- TCPP lebih besar dibandingkan dengan LII-ZnTPP, yang dibuktikan dengan nilai VOC 3-TCPP lebih rendah dibandingkan nilai VOC LII-ZnTPP.
Dari kurva J-V gelap menunjukkan semua senyawa porfirin memiliki mekanisme transfer elektron yang berbeda dengan senyawa N719. Kurva tersebut menggambarkan sistem porfirin mengalami mekanisme “cathodically controlled”, yang berarti proses reduksi ion I3- menjadi I- berlangsung cepat pada sistem porfirin dibandingkan di sistem N719. N719 mengalami mekanisme “anodically controlled” yang berarti proses oksidasi dye berlangsung lebih cepat pada sistem N719 dibandingkan di sistem porfirin, hal ini membuktikan proses regenerasi pada porfirin lebih baik dibandingkan pada N719, dan proses injeksi elektron pada N719 lebih baik dibandingkan pada porfirin. Dapat disimpulkan, laju injeksi zat pemeka lebih berperan dalam meningkatkan performa sel dibandingkan laju regenerasinya.