Ketersediaan data kependudukan yang lengkap, valid dan up to date membuat perencanaan program serta evaluasi pembangunan di berbagai bidang dan wilayah Indonesia dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. BPS sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam menyediakan data bagi pemerintah pusat dan daerah, menyelenggarakan Sensus Penduduk di seluruh wilayah Indonesia setiap 10 tahun sekali. Pada Sensus Penduduk 2000, BPS mendistribusikan wewenang pengolahan data ke seluruh BPS Tingkat I dengan ditunjang teknologi mesin scanner yang bertujuan kinerja pengolahan data sensus meningkat pada aspek waktu. Namun pada implementasi nya, antar daerah menunjukkan kinerja yang berbeda, sebagian besar daerah membutuhkan waktu pengolahan yang lebih panjang dari waktu yang ditentukan, hanya sebagian kecil daerah mampu menyelesaikan pengolahan data tepat waktu. Mesin scanner diimplementasikan pada suatu jejaring kerja di tingkat lokal, yang terdiri dari berbagai aktor heterogen - aktor-aktor sosial dan teknis - yang berelasi dan berinteraksi. Untuk mempelajari permasalahan implementasi scanner, teknologi (aktor teknis) dan masyarakat/komunitas (aktor-aktor sosial) perlu diletakkan pada suatu kerangka kerja teori yang tunggal, yang mengekplorasi dan menganalisa keterhubungan-keterhubungan antar berbagai aktor, yaitu Teori Jejaring Aktor. Kepranataan sosio-teknis yang berhasil memberikan efisiensi waktu pengolahan, ketika berbagai aktor terelasi kuat di seluruh tahapan sensus (mulai persiapan, pelaksanaan dan pengolahan), melakukan aksi-aksi kalkulasi yang membuat keterhubungan yang kuat antar tahapan kegiatan sensus, dimana aksi-aksi kalkulasi dalam satu tahapan dihendaki mencapai kompatibel bagi pelaksanaan kalkulasi bagi tahapan selanjutnya.