digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

KAJIAN LABORATORIUM AGREGAT SUNGAI CIPUNAGARA SEBAGAI KOMPONEN CAMPURAN ASPAL BETON UNTUK LAPIS ANTARA, Chairal Yandi, 2000, Program Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya, Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. Cadangan agregat di sepanjang sungai Cipunagara Kabupaten Subang merupakan sumber material yang potensial untuk digunakan pada rencana pembangunan jalan bebas hambatan Cikampek-Cirebon. Penelitian yang diuraikan dalam tesis ini berkenaan dengan kajian sifat-sifat teknis agregat Cipunagara dan pengaruh agregat tersebut pada kinerja aspal beton untuk lapis antara. Sejumlah tes dilakukan pada agregat kasar dan agregat halus batu pecah serta pada agregat halus alam (natural fine). Sebagai pembanding dilakukan juga penyelidikan secara bersamaan menggunakan agregat dari Banjaran. Tes Petrograpi juga dilakukan pada kedua sumber agregat ini. Data tes menunjukkan bahwa agregat Cipunagara ini memenuhi persyaratan seperti kekuatan, kekerasan dan keawetan serta dapat direkomendasikan untuk dimanfaatkan sebagai campuran lapis antara (binder course). Tetapi daya serap air pada agregat halus alam Cipunagara relatip tinggi dan melebihi nilai maksimum yang diijinkan yaitu 3%. Prosedur Marshall digunakan untuk mendisain campurancampuran yang mengandung agregat kasar dan halus dari batu pecah Banjaran (Campuran I), agregat kasar dan halus dari batu pecah Cipunagara (Campuran II) dan agregat kasar batu pecah dan agregat halus alam Cipunagara (Campuran III). Pada kondisi kadar aspal optimum ketiga campuran tersebut memenuhi kriteria disain campuran Bina Marga. Dalam kondisi kadar aspal optimum pada campurancampuran tersebut dilakukan tes keawetan, kekuatan tarik tak langsung dan `resilient modulus' serta ketahanan terhadap lentur. Ketiga campuran tersebut memiliki Indeks Sisa Stabilitas (Index of Retained Stability) lebih besar dari 75%, sebagai .nilai minimum yang disyaratkan Bina Marga. Pada suhu 35°C dan 45°C, Campuran I memiliki nilai kekuatan'tarik tak langsung tertinggi, lalu dikuti Campuran II dan III. Pada kedua temperatur ini Campuran I memiliki `resilient modulus' tertinggi sementara itu Campuran III memiliki nilai lebih tinggi dari Campuran II. Seluruh campuran tersebut pada suhu 30°C, 45°C dan 60°C memiliki ketahanan terhadap lentur permanen yang hampir sama. Hasil penyelidikan diatas menunjukkan bahwa campuran aspal beton untuk lapis antara secara memuaskan dapat dibuat dari agregat Cipunagara dan secara umum kinerjanya akan lebih meningkat jika menggunakan agregat halus dari batu pecah