Pemetaan cadangan karbon merupakan langkah strategis untuk mempelajari dampak perubahan iklim yang disebabkan meningkatnya emisi karbon dan gas rumah kaca di atmosfer bumi. Tersedianya informasi geospasial cadangan karbon dengan akurasi yang baik akan dapat membantu upaya-upaya mitigasi yang ditempuh akibat terjadinya perubahan iklim, misalnya melalui konservasi cadangan karbon, perluasan kawasan cadangan karbon maupun pemetaan dan monitoring kawasan dengan nilai karbon tinggi. Untuk memperoleh informasi geospasial cadangan karbon, penerapan teknik penginderaan jauh telah menjadi salah satu tool yang disarankan dan digunakan secara luas oleh para peneliti selama beberapa dekade terakhir. Namun demikian, kondisi tutupan awan, kabut dan asap yang sering terjadi, khususnya di wilayah Indonesia, menyebabkan pentingnya memilih sistem penginderaan jauh yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Penginderaan jauh radar memiliki kemampuan penetrasi terhadap tutupan awan, kabut maupun asap dan dapat beroperasi siang maupun malam. Oleh karena itu, sistem penginderaan jauh radar diyakini sebagai solusi yang paling baik dalam konteks permasalahan ini. Akan tetapi, sistem penginderaan jauh radar memiliki keterbatasan dalam pemetaan cadangan karbon khususnya bila hanya memanfaatkan informasi dari polarisasi radar yakni melalui analisis backscatternya saja (Polarimetric Synthetic Aperture Radar/PolSAR). Terjadinya saturasi menyebabkan tidak akuratnya informasi cadangan karbon yang dihasilkan.
Ketidakakuratan tersebut akan menyebabkan kerugian dalam perhitungan nilai karbon bila dikaitkan dengan nilai ekonomis cadangan karbon. Di sisi lain, dalam sistem inderaja radar dikenal adanya teknik interferometrik yang dapat mengatasi masalah saturasi tersebut. Oleh karena itu kombinasi polarimetrik dan interferometrik (Polarimetric Interferometry Synthetic Aperture Radar/PolInSAR) diyakini dapat mengatasi masalah ketidakakuratan dalam estimasi cadangan karbon. Namun demikian, teknik kombinasi polarimetrik dan inteferometrik masih perlu dievaluasi kemampuannya untuk mengestimasi cadangan karbon, khususnya di wilayah Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja teknik PolInSAR untuk estimasi cadangan karbon di wilayah Indonesia sesuai karakteristik wilayahnya dengan memperhatikan faktor-faktor kendala saturasi, temporal decorrelation, polarisasi citra SAR yang terbatas dan kondisi topografi untuk memperoleh hasil estimasi karbon yang memiliki ketidakpastian yang paling minimum dalam
perspektif mitigasi perubahan iklim. Tiga lokasi telah dipilih untuk evaluasi tersebut yaitu hutan tropis kering wilayah Wolasi, hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Konawe Selatan dan hutan tropis basah dalam kawasan hutan lindung Moramo. Citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah ALOS PALSAR full-polarimetrik (polarisasi HH+HV+VH+VV) dan dual-polarisasi (HH+HV) dalam mode repeat-pass interferometric dan single baseline. Citra ALOS PALSAR dengan panjang gelombang 23 cm dan frekuensi pusat 1,25 GHz memiliki beberapa kelebihan, salah satunya adalah koefisien backscatter polarisasi HV berkaitan erat dengan cadangan karbon vegetasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah komparasi keandalan teknik PolSAR dan PolInSAR terhadap hasil survey lapangan. Estimasi karbon dengan PolSAR dilakukan berbasis nilai koefisien backscatter dengan dan tanpa koreksi topografi Radiometric Terrain Flattening (RTF). Sedangkan estimasi karbon dengan PolInSAR dilakukan dengan membangun model Random Volume over Ground (RVoG) sebagai representasi model biofisik vegetasi melalui integrasi komponen polarimetrik dan interferometri (PolInSAR) citra ALOS PALSAR.
Selanjutnya dilakukan komparasi terhadap teknik PolSAR dengan dan tanpa RTF. Untuk memperoleh tinggi vegetasi sebagai masukan dalam estimasi karbon, model RVoG diinversi melalui metode forest height inversion process dan hasilnya dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan. Hasil analisis tinggi vegetasi yang tepat dari optimisasi koherensi polarimetric interferometry dan RTF
menghasilkan model hasil estimasi tinggi vegetasi dan cadangan karbon wilayah tropis dengan akurasi yang baik. Hal tersebut diharapkan menjadi acuan (standar) dalam pemetaan cadangan karbon di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik PolSAR dapat digunakan pada tutupan hutan tropis kering dengan cadangan karbon hingga 155 ton/ha (R2=0,9384), sedangkan pada tropis basah dengan densitas vegetasi lebih tinggi berada pada 225 ton/ha (R2=0,961) dan pada kawasan mangrove dengan nilai cadangan karbon hingga 45 ton/ha (R2=0,9068). Sedangkan dengan teknik PolInSAR diperoleh nilai karbon 200 ton/hektar pada hutan tropis kering (R2=0,7525), 300 ton/hektar pada hutan tropis basah (R2=0,6672) dan 60 ton/hektar untuk mangrove (R2=0,6606). Nilai tersebut mencapai 30% lebih tinggi dari nilai karbon yang dihasilkan melalui teknik PolSAR. Hasil penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pengembangan strategi penentuan cadangan karbon di Indonesia dalam rangka mitigasi perubahan iklim.