digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Lilik Bayyinah
PUBLIC Open In Flip Book Rita Nurainni, S.I.Pus

COVER Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 1 Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

LAMPIRAN Lilik Bayyinah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

Sungai Citarum Hulu merupakan salah satu sungai yang menurut zonasi pencemarannya masuk ke dalam zona yang sangat tercemar. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pencemaran di sungai adalah debit aliran. Debit rendah yang dihasilkan dari kekeringan berpengaruh terhadap kualitas air melalui berbagai proses fisis, kimia dan biologi. Hal tersebut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas air di Citarum Hulu saat kondisi kekeringan. Akan tetapi respon kualitas air terhadap kekeringan pada masing-masing sungai berbeda-beda. Kekeringan meteorologi diidentifikasi dengan menggunakan Reconnaisance Drought Index (RDI) sedangkan kekeringan hidrologi didentifikasi menggunakan Streamflow Drought Index (SDI), kemudian keterkaitan antara keduannya dicari dengan menggunakan regresi linier. Kualitas air selama periode kekeringan diselidiki dan dibandingkan dengan kualitas air selama periode basahnya. Karakterisasi kualitas air terhadap kekeringan pada dasarnya adalah mengelompokkan parameter kualitas air berdasarkan kriteria kualitas air menurut PP No. 82/2001. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kekeringan meteorologi memiliki keeratan hubungan cukup tinggi dengan kekeringan hidrologi terutama pada skala waktu 3 bulanan dengan nilai R2 sebesar 0.4. Selama periode kekeringan konsentrasi parameter kualitas air seperti BOD, COD, dan TSS meningkat meskipun kelas kualitas airnya hampir sama dengan periode basahnya, dan secara umum kualitas air citarum hulu baik pada periode kekeringan maupun periode basahnya melebihi baku mutu air yang dipersyaratkan untuk peruntukan air kelas II. Hal ini terkait dengan pengurangan kapasitas pengenceran limbah saat kondisi kekeringan.