digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pesatnya perkembangan Kota Bandung yang diindikasikan dengan perluasan fisik serta pertumbuhan penduduk mengakibatkan semakin padatnya kawasan kota inti dengan kegiatan yang semakin intensif. Dengan semakin semakin jenuhnya dan harga lahan yang semakin tinggi di pusat kota mengakibatkan pergeseran permukiman penduduk ke daerah pinggiran kota. Fenomena pergeseran beberapa penggunaan lahan ke kawasan pinggiran dapat disebut dengan urban sprawl. Perkembangan kawasan pinggiran tidak terlepas dari meningkatnya pergerakan penduduk. Ketidaksiapan instrumen penataan ruang terhadap perkembangan kawasan pinggiran atau sprawl menimbulkan permasalahan transportasi seperti kemacetan pada koridor penghubung kawasan pinggir-pusat kota juga kemacetan pada kawasan internal kota terutama di pusat kota. Adapun salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi interaksi pergerakan yang timbul di Kota Bandung ialah dengan melakukan internalisasi orientasi pergerakan di pinggiran Kota Bandung. Dengan penataan ruang kota yang kompak diharapkan berkurangnya ketergantungan kawasan pinggiran kota terhadap pusat kota sehingga juga dapat mengurangi kemacetan baik di koridor penghubungnya juga di kawasan pusat kota.Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik pola ruang permukiman di kawasan pinggiran dan dampaknya terhadap pergerakan transportasi. Dengan tujuan tersebut maka sasaran penelitian ini diarakan untuk mengenali pola ruang permukiman di kawasan pinggiran, mengenali pola pergerakan penduduknya serta mengetahui hubungan antara pola ruang permukiman dengan pola pergerakan penduduknya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa kelurahan-kelurahan di Kota Bandung yang memiliki tingkat kekompakan yang tinggi cenderung mengelompok di Wilayah Kota Bandung bagian barat terutama pada kawasan pusat kota dan transisi pusat kota. Pola pergerakan penduduk di kawasan pinggiran Kota Bandung masih berorientasi eksternal atau mengarah keluar kelurahan namun masih dalam jarak jangkauan yang cukup dekat. Dalam hal ini, jika berdasarkan batas administrasinya sebagian besar pergerakan penduduk di kawasan pinggiran Kota Bandung menuju ke kelurahan sekitar atau masih berada dalam kecamatan yang sama. Mengenai hubungan antara kekompakan kawasan dengan jarak tempuh perjalanan didapatkan bahwa tingkat kekompakan kawasan hanya dapat mempengaruhi jarak tempuh perjalanan pada beberapa jenis pergerakan. Pergerakan bekerja dan pergerakan lainnya tidak memperlihatkan bahwa kekompakan kawasan mempengaruhi pola pergerakan. Sedangkan untuk pergerakan sekolah dan belanja, hanya pergerakan sekolah dengan jenjang SD dan SMP serta pergerakan belanja dengan fasilitas warung yang telah memperlihatkan pengaruh dari kekompakan kawasan terhadap pola pergerakan melalui jarak tempuh perjalanan. Selain itu berdasarkan penggunaan koridor dalam pergerakan penduduk kawasan pinggiran Kota Bandung didapatkan bahwa penggunaan koridor dalam pergerakan penduduk tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat kekompakan kawasan. Hal ini dapat disebabkan oleh terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi penggunaan koridor seperti banyaknya rute alternatif yang dapat digunakan.Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami kondisi perkembangan kawasan pinggiran Kota Bandung khususnya dalam upaya mereduksi dampak lalu lintas yang ditimbulkan sehingga dapat dijadikan masukan dalam dasar-dasar pertimbangan sebagai arahan kebijakan perencanaan tata ruang Wilayah Kota Bandung.