Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan mengamanatkan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Jalan telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001.
Pada akhir tahun 2004, kinerja jalan propinsi dan non status di Jawa Barat berdasarkan indikator kemantapannya menunjukan bahwa 255,13 km (12,84%) jalan propinsi dan 136,52 km (35,84%) jalan non status dalam kondisi tidak mantap. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas pun masih terdapat yang belum memenuhi persyaratan SPM.
Berdasarkan hasil penelitian, pencapaian SPM Jaringan Jalan di Jawa Barat untuk indeks aksesibilitas adalah sebesar = 0,77 masih di bawah persyaratan SPM, indeks mobilitas sebesar = 0,58 sudah memenuhi persyaratan SPM, serta indeks kecelakaan sebesar = 0,104. Sedangkan pencapaian SPM Ruas Jalan berdasarkan persyaratan nilai IRI, terdapat jalan propinsi sepanjang = 247,702 km (12,47%) dan jalan non status sepanjang = 135,65 km (35,61%) masih di bawah persyaratan SPM. Untuk persyaratan lebar jalan, terdapat jalan propinsi sepanjang = 625,75 km (31,50%) dan jalan non status sepanjang = 110,382 km (28,98%) masih di bawah persyaratart SPM.
Untuk pemenuhan SPM Jaringan Jalan di Jawa Barat, diperlukan penambahan jaringan jalan sepanjang lebih besar dari 17.052,37 km, sedangkan untuk pemenuhan SPM Ruas Jalan, diperlukan penanganan jalan sepanjang = 879,234 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 962.302.454.000,00 yang terbagi dalam kelompok penanganan perkerasan sepanjang = 143, 102 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 123.181.310.000,00, kelompok penanganan perkerasan dan pelebaran sepanjang = 240,250 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 378.350.810.000,00, serta kelompok penanganan pelebaran sepanjang = 495,882 km dengan kebutuhan biaya sebesar Rp. 460.770.334.000,00. Dalam kondisi penyediaan dana yang terbatas, maka kebutuhan penanganan ruas jalan tidak seluruhnya dapat dipenuhi, sehingga perlu dibuat prioritas penanganan. Model penyusunan prioritas penanganan ruas jalan dalam penelitian ini menggunakan model analisis multi kriteria (AMK), dengan kriteria yang digunakan adalah : (1) fungsi aksesibilitas dari ruas jalan, (2) kondisi ruas jalan, dan (3) kondisi pelayanan.
Hasil pembobotan kriteria berdasarkan persepsi responden wakil Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan wakil Masyarakat memberikan bobot kriteria (1) = 0,510, kriteria (2) = 0,268, dan kriteria (3) = 0,222. Prioritas penanganan per kelompok penanganan dilakukan dengan membandingkan matriks kinerja setiap ruas jalan sebagai hasil perkalian antara bobot kriteria dengan hasil skoring.
Hasil penyusunan prioritas penanganan untuk ketiga kelompok penanganan, urutan pertama (prioritas 1) semuanya ditempati oleh ruas-ruas jalan yang merupakan jalan non status, yaitu; (a) untuk kelompok penanganan perkerasan, prioritas 1 adalah ruas jalan Tegalbuleud - Agrabinta panjang = 36,100 km dengan nilai kinerja = 9,718, (b) untuk kelompok penanganan perkerasan dan pelebaran, prioritas 1 adalah ruas jalan Surade - Tegalbuleud panjang = 37,700 km dengan nilai kinerja = 9,173, dan (c) kelompok penanganan pelebaran, prioritas 1 adalah ruas jalan Cipatujah - Kalapagenep panjang = 41,35 km dengan nilai kinerja = 8,366.