digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Fenomena urban sprawl yang terjadi di kota-kota metropolitan di Indonesia telah menyebabkan dampak yang sangat merugikan masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkan yakni terjadinya kemacetan, kecenderungan tinggi dalam menggunakan kendaraan, terjadinya polusi, kerusakan lingkungan hingga menyebakan global warming. Secara fisik-spasial, urban sprawl yang terjadi di Kota Bandung ini disebabkan oleh adanya proses urbanisasi pada kawasan pinggiran Kota Bandung. Proses ini ditunjukkan dengan adanya ekspansi pertumbuhan kawasan terbangun terutama untuk perumahan yang dipicu oleh pertumbuhan penduduk kota yang semakin tinggi. Dalam perkembangan kota, konsep kompaksi perkotaan merupakan salah satu cara dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Dalam pengembangan perkotaan, konsep tersebut kemudian digunakan pula dalam pengembangan kawasan dengan melakukan zonasi penggunaan lahan campuran, sehingga dalam kawasan tersebut terdapat penggunaan perumahan, komersial, jasa, sarana dan prasarana, dan lainnya. Konsep kompaksi perkotaan ini berlawanan dengan sprawl yang perkembangannya meluas dan tidak terkendali dan konsep ini diyakini mencerminkan bentuk kota yang berkelanjutan. Dalam implementasinya, kompaksi perkotaan dapat dilakukan pada kawasan dalam kota (inner city, dalam bentuk infill development atau brownfield development). Penelitian ini bertujuan untuk melakukan komparasi bentuk perkotaan dan karakteristik sosial ekonomi pada pola pengembangan di kawasan coklat dan kawasan hijau serta dampak terhadap karakteristik pergerakannya. Untuk mencapai tujuan dari penelitian tersebut, diuraikan pada sasaran berikut yakni mengidentifikasi perumahan formal berdasarkan pola pengembangan kawasan pada lahan coklat dan lahan hijau, bentuk perkotaan dan karakteristik sosial ekonomi masyarakat di perumahan terpilih berdasarkan pola pengembangannya; mengkomparasikan setiap variabel karakteristik bentuk perkotaan, sosial ekonomi, dan karakteristik pergerakan pada setiap kawasan perumahan kasus, dan menilai secara komparatif keterkaitan dan besar hubungan antara aspek bentuk perkotaan dan karakteristik sosial ekonomi dengan karakteristik pergerakan pada kawasan perumahan. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan kawasan perumahan yang dikembangkan dengan pola pengembangan lahan coklat (brownfield development) masih sedikit di Kota Bandung di mana terdapat tujuh kawasan perumahan dengan pola pengembangan pada lahan coklat, dan lebih dari 20 kawasan perumahan dengan pola pengembangan pada lahan hijau yang terdapat di Kota Bandung, sedangkan di kawasan pinggiran luar Kota Bandung, seluruh kawasan perumahan yang teridentifikasi menggunakan pola pengembangan di kawasan hijau. Adapun sampel kawasan yang diambil pada penelitian ini adalah lima kawasan perumahan yang terletak di setiap kawasan perkotaan yang ada di Kota Bandung ini masing-masing memiliki pola pengembangan pada lahan coklat yakni Kawasan Perumahan Susun Industri Dalam dan Perumahan Belleza Antapani, dan kawasan hijau yakni Kawasan Perumahan Buana Indah, Buahbatu Regensi, dan Griya Bandung Asri 3. Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan kendaraan bermotor di seluruh kawasan perumahan menunjukkan angka yang tinggi yakni di atas 70%. Dapat dikatakan bahwa seluruh kawasan perumahan ini masih tergantung terhadap kendaraan bermotor untuk melakukan aktivitasnya. Adapun jarak tempuh perjalanan di kawasan perumahan dengan pola pengembangan pada lahan coklat lebih rendah dibandingkan dengan kawasan perumahan dengan pola pengembangan pada lahan hijau. Bentuk perkotaan di seluruh kawasan perkotaan ini memiliki hubungan yang cukup erat terhadap karakteristik pergerakan. Hal ini berarti bahwa bentuk perkotaan suatu kawasan perumahan akan mempengaruhi karakteristik pergerakan dari penghuni di kawasan perumahan tersebut. Adapun faktor-faktor bentuk perkotaan yang memiliki pengaruh cukup kuat terhadap karakteristik pergerakan antara lain keragaman penggunaan lahan dan pola jalan internal kawasan. Dalam pola pengembangan di lahan coklat, seluruh karakteristik bentuk perkotaan pada skala perumahan ini memiliki hubungan terhadap karakteristik pergerakannya, semakin beragam penggunaan lahannya, semakin padat bangunannya, dan semakin sederhana pola jalan internal kawasan perumahan tersebut, maka semakin besar pengguna non kendaraan bermotor, semakin pendek jarak tempuh perjalanan, dan semakin kecil biaya transportasi yang dikeluarkan perbulannya. Sedangkan hubungannya terhadap karakteristik sosial ekonomi adalah semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga perbulannya, maka jarak perjalanannya semakin panjang, semakin memilih untuk menggunakan kendaraan bermotor pribadi, dan semakin tinggi pula biaya transportasi perbulannya. Sedangkan apabila penghuni tersebut memiliki kendaraan bermotor, maka jarak perjalanannya pun akan semakin panjang,dan semakin memilih untuk menggunakan kendaraan bermotor pribadinya. Berdasarkan hal di atas, disimpulkan bahwa pada setiap variabel pada bentuk perkotaan pada skala perumahan dan karakteristik sosial ekonomi yang ada, saling memiliki hubungan dengan karakteristik pergerakan penghuninya. Oleh sebab itu, dalam pengembangannya dapat memperhatikan karakteristik tersebut karena dapat mempengaruhi besaran pergerakan yang dilakukan oleh penghuninya tersebut. Hal tersebut berarti pembangunan di kawasan coklat harus dapat meminimalisir pergerakan dengan pembatasan dengan melakukan peningkatan rasio penggunaan lahan non hunian pada kawasan tersebut, dan menyederhanakan pola jalan internal kawasan perumahan tersebut, sehingga dapat mengurangi jarak perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya serta mengurangi penggunaan kendaraan bermotor untuk melakukan kegiatannya tersebut.