Komponen pasang surut (pasut) perairan dangkal merupakan komponen yang terbentuk dari interaksi komponen pasut utama yang diakibatkan gesekan dasar dan perubahan kecepatan terhadap ruang (suku konvektif). Selat Malaka adalah salah satu perairan dangkal yang pengetahuan dinamika komponen pasang surut perairan dangkalnya belum dikaji. Dalam disertasi ini, telah dikaji dinamika komponen pasut perairan dangkal M4 dan M6 di Selat Malaka dengan menggunakan model hidrodinamika dua dimensi tak linier dan metode asimilasi iteratif Conjugate Gradient Least Square (CGLS).
Hipotesis yang diajukan dalam disertasi ini adalah perubahan gelombang pasang surut perairan dangkal di Selat Malaka dari jenis gelombang Kelvin diduga menjadi gelombang Poincare. Sehingga asumsi yang digunakan adalah pembangkitan gelombang pasang surut perairan dangkal (M4 dan M6) terjadi dengan hanya memberikan gangguan gelombang M2 di batas terbuka. Selain itu, bidang referensi di bidang datum muka laut rata-rata yang dianggap tidak berubah terhadap ruang dan waktu.
Dengan menerapkan metode asimilasi, kesalahan hasil simulasi model forward untuk amplitudo dan fase M4 dapat direduksi masing-masing sebesar 94% dan 22%. Hasil simulasi model tersebut dibandingkan dengan data lapangan di dua stasiun (Bagan Siapi-api dan Karimun Besar). Hasil simulasi model dengan asimilasi data menunjukkan bahwa amplitudo M4 berkisar antara 0,02 – 0,29 m dan di beberapa stasiun nilai amplitudonya lebih besar dari amplitudo komponen pasut utama O1. Hal ini membuktikan bahwa komponen perairan dangkal M4 di daerah penelitian sangat penting peranannya. Sementara itu, hasil simulasi komponen pasut M6 secara kuantitatif belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Gelombang pasut perairan dangkal M4 dan M6 di Selat Malaka bergerak dari utara ke selatan. Dalam penjalarannya gelombang M4 mengalami perubahan amplitudo yaitu mulai dari utara sekitar Penang sebesar 0,02 m kemudian mengalami peningkatan amplitudo akibat efek pendangkalan dan penyempitan selat menjadi 0,13 m di Belawan, kemudian bertambah menjadi 0,15 m di Tanjung Balai dan mencapai 0,24 m di Tanjung Medang - Pulau Rupat. Kemudian di sekitar barat laut Tanjung Parit terjadi peningkatan kecepatan dari 0,22 m/s menjadi 0,43 m/s yang diiringi dengan penurunan amplitudo menjadi 0,08 m.
Penjalaran M4 dan M6 sebagai gelombang Kelvin termodifikasi menjadi gelombang Poincare di perairan dangkal bagian tengah Selat Malaka, yaitu di sekitar tenggara Port Dickson dan Batu Pahat. Perubahan jenis gelombang ini ditunjukkan dengan berubahnya elips arus dari bentuk pipih (gelombang menjalar hanya pada satu arah/sejajar pantai) menjadi ellips yang membesar sumbu pendeknya, yang berarti penjalaran gelombangnya tidak hanya searah seperti gelombang Kelvin. Hal serupa terlihat pula pada penjalaran gelombang M2. Nilai amplitudo M4 dan M6 yang lebih tinggi di pantai barat Malaysia daripada pantai timur Sumatera merupakan salah satu tanda gelombang Kelvin termodifikasi,
Kesimpulan umum dari disertasi ini yang pertama adalah metode asimilasi cenderung dapat meningkatkan hasil model numerik dua dimensi horizontal tak linier di Selat Malaka. Kedua, penelitian ini telah membuktikan hipotesis yang diuraikan di muka.
Kontribusi hasil disertasi terhadap pengembangan ilmu oseanografi adalah pengetahuan tentang dinamika komponen pasang surut perairan dangkal di Selat Malaka. Sedangkan terhadap bidang ilmu terapan adalah dapat meningkatkan hasil prediksi pasang surut di selat tersebut (dengan memasukkan komponen pasut perairan dangkal M4).