Wilayah Kecamatan Lembang memiliki posisi strategis dari segi perkembangan wilayahnya karena dilalui jalan koridor Bandung- Jakarta via Subang serta berbatasan dengan Kota Bandung bagian utara,memiliki potensi fisik alami yang baik dikembangkan untuk kegiatan Pertanian hortikultura serta menawarkan keindahan wisata alamnya.Perkembangan Kota Bandung yang terus meningkat mempengaruhi perkembangan wilayah Kecamatan Lembang sehingga berkembang wilayah rural menjadi wilayah urban yang dapat mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di wilayah Kecamatan Lembang telah mengakibatkan lahan pertanian seluas 361,08 ha berubah menjadi lahan terbangun (pemukiman, villa, hotel, dan restoran), sehingga dalam kurun tahun 1 992-1997, luas lahan pertanian di wilayah ini berkurang sebesar 3,4°,%. Alih fungsi lahan pertanian tersebut menjadi permasalahan, karena kegiatan pertanian telah menjadi sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar penduduk Kecamatan Lembang (62,62°,%), sehingga keberlangsungan kegiatan pertanian di wilayah ini akan menyangkut nasib sekitar 22.913 KK atau 83,39% rumah tangga pertanian yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Disamping itu, sub sektor pertanian hortikultura ini telah mendominasi kegiatan perekonomian wilayahnya, dengan memberikan kontribusi terbesar pada nilai PDB Kecamatan Lembang (71,82%). Dengan latar belakang tersebut studi ini dilakukan dengan mengidentifikasi pengaruh yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian, sebagai pihak yang terlibat langsung dengan proses alih fungsi lahan pertanian. Studi ini bertujuan untuk mengetahui (1) karakteristik alih fungsi lahan pertanian dan (2) perubahan yang terjadi pads kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani akibat alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Lembang. Yang menjadi pertanyaan penelitian adalah (1) bagaimana karakteristik alih fungsi lahan pertanian yang dapat menyebabkan alih fungsi lahan pertanian, serta (2) seberapa jauh alih fungsi lahan pertanian tersebut akan mempengaruhi clan berdampak negatif pada kehidupan sosial ekonomi rumah tangga petani di wilayah Kecamatan Lembang. Diharapkan dari hasil studi ini adalah diperoleh masukan dalam rangka pengembangan wilayah Kecamatan Lembang di masa mendatang. Untuk mendapatkan gambaran pengaruh alih fungsi lahan pertanian tersebut, kajian lebih difokuskan pada skala mikro-rumah tangga pertanian, walaupun tidak dapat dilepaskan dari pengaruh skala mikro-spasial. Kajian mikro ini dilakukan dengan (1) uji proporsi (p) untuk mengetahui seberapa jauh alih fungsi lahan pertanian mempengaruhi kondisi sosial clan ekonomi rumah tangga petani, serta (2) tabulasi silang (crosstabs) clan uji Chi Square (X2) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dampak alih fungsi lahan pertanian, serta dari nilai Koefisien Kontingensi (C) dapat diketahui bagaimana keeratan hubungan faktor tersebut terhadap dampak alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Lembang. Untuk itu ditentukan sebanyak 325 KK petani sebagai responden yang dipilih secara proporsional mewakili petani di wilayah Kecamatan Lembang. Dari has iI uji proporsi (p), dapat terungkap bahwa 1) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi sosial rumah tangga petani, namun hanya dialami oleh sebagian kecil rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. Pengaruh alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi sosial rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya (a) perubahan jenis mata pencaharian pokok di bidang pertanian, dari petani pemilik menjadi petani non pemilik, (b) penurunan konsumsi kebutuhan pokok sehari-hari keluarga, (c) penurunan kemampuan pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga, (d) penurunan pemenuhan kebutuhan tempat tinggal keluarga, (e) penurunan kemampuan pengembangan pendidikan keluarga, serta (f) penurunan kemampuan mobilitas. 2) Alih fungsi lahan pertanian mengakibatkan perubahan kondisi ekonomi rumah tangga petani, yang dialami oleh sebagian besar rumah tangga petani di Kecamatan Lembang. alih fungsi lahan pertanian terhadap kondisi ekonomi rumah tangga pertanian tersebut diidentifikasi dari adanya (a) penurunan tingkat pendapatan per bulan, (b) penurunan kemampuan investasi, (c) penuruman kemampuan modal saham, (d) penurunan kemampuan menabung, (e) penurunan kemampuan pemasaran hasil pertanian, serta (f) penurunan ke lembaga keuangan Dari hasil uji Chi Square (X 2 dan nilai Koefisien Kontingensi (C) dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dampak alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Lembang adalah sempitnya luas lahan pertanian yang dimiliki petani, tingkat pendapatan petani yang rendah, status pekerjaan pokok petani sebagai petani pemilik, petani tidak memiliki pekerjaan sampingan, latar belakang pendidikan petani yang rendah,jumlah tanggungan keluarga yang kecil, serta penggunaan hasil penjualan lahan pertanian yang lebih bersifat konsumtif. Namun alasan penjualan lahan pertanian, ternyata tidak mempengaruhi dampak alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Lembang. Terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga petani di Kecamatan Lembang mempunyai implikasi kebijaksanaan pada perencanaan pengembangan wilayahnya, yang berimplikasi secara makro-spasial, maupun mikro-rumah tangga pertanian. Implikasi kebijaksanaan dalan-, skala mikro-rumah tangga pertanian berkaitan dengan dominannya kegiatan pertanian dan dominannya rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian, sehingga diperlukan pengendalian perubahan penguasaan pemilikan lahan pertanian, melalui pengendalian penjualan lahan pertanian terutama kepada rumah tangga non pertanian, pengendalian lokasi lahan pertanian yang dapat dijual dan mungkin berubah menjadi lahan terbangun, disertai upaya-upaya peningkatan kesejahteraan rumah tangga pertanian " di Kecamatan Lembang, diantaranya melalui pembentukan kelornpok 1 paguyuban tani (Corporate Farming). Dengan demikian, diharapkan bahwa alih fungsi lahan pertanian yang terjadi dapat dikendalikan, agar tidak semakin berpengaruh negatif terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian, yang nampaknya mengalami proses marjinalisasi yang dapat mengakibatkan mereka menjadi kaum "urban poor", dengan tidak mengabaikan pengaruh perkembangan Kota Bandung terhadap perkembangan wilayah Kecamatan Lembang.