Pada umumnya proses pendokumentasian dan pengarsipan suatu bangunan yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan masih berupa foto atau peta yang tergambarkan secara 2D. Dengan berkembangnya teknologi TLS (Terrestrial Laser Scanner) mengakibatkan aplikasi pembuatan model 3D suatu bangunan berkembang pesat. Hal ini diikuti dengan pemanfaatan TLS dalam hal pendokumentasian dan pengarsipan bangunan yang memiliki nilai sejarah dan kebudayaan. Selain memberikan model 3D suatu obyek, pemodelan 3D menggunakan TLS juga dapat menghasilkan model yang bergeoreferensi dalam sistem tertentu.
Tahapan pengolahan data untuk memperoleh model 3D dengan TLS meliputi tahapan registrasi, filterisasi, georeferensi, meshing dan pembentukan surface. Tahap registrasi dilakukan untuk menggabungkan data hasil pemindaian dari beberapa tempat berdiri alat. Tahap filterisasi dilakukan untuk membuang data point clouds yang dianggap sebagai noise. Tahap georeferensi dilakukan untuk menghubungkan data point clouds ke dalam sistem koordinat ekstenal. Proses meshing dilakukan agar model space yang berupa point clouds menjadi data berupa poligon yang diwakili oleh bentuk TIN (Triangulated Irregular Network). Tahap pembuatan surface dilakukan untuk merubah mesh model yang diwakili oleh bentuk TIN menjadi bentuk surface.
Pada model 3D yang dihasilkan nilai galat rata-rata sebesar 0.002 m. Nilai galat ini dihasilkan setelah melalaui proses registrasi. Pada mesh model yang terbentuk pada proses meshing terdapat lubang (hole). Lubang ini diakibatkan karena kurang rapatnya data point clouds pada daerah tersebut. Pada proses georeferensi yang dilakukan dengan metode secara langsung yang menggunakan dua buah titik referensi, terdapat perbedaan koordinat tititk referensi pada saat sebelum dan setelah proses georeferensi.