digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian karakteristik sistem hidrogeologi kars dengan analisis hidrokimia ion utama di daerah Cijulang, Ciamis, Jawa Barat bertujuan untuk mengetahui sistem hidrogeologi kars Cijulang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penginderaan jauh berbasis SIG dan metode hidrogeologi terutama analisis hidrokimianya. Daerah penelitian secara stratigrafis berada pada Anggota Batugamping Formasi Pamutuan (Tmpl) yang tersusun atas kalkarenit dengan sisipan kalsilutit dan batulempung karbonatan. Struktur geologi yang dominan berupa kelurusan, baik berupa kelurusan morfologi maupun kelurusan rekahan batuan. Sistem hidrogeologi daerah penelitian secara regional dikontrol oleh pola rekahan berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara, dan barat-timur. Mekanisme kemunculan mataair kars sebagian besar dikontrol oleh lapisan relatif kedap air berupa batulempung karbonatan, sehingga membentuk contact free draining spring. Pada elevasi ±20 mdpl terdapat mataair dengan debit relatif besar dan bersifat permanen. Selain dikontrol oleh lapisan batulempung karbonatan, keterdapatan mataair tersebut juga dikontrol oleh kontak litologi berupa endapan aluvial membentuk dammed and contact free draining spring. Karakteristik hidrokimia mataair kars antara lain memiliki temperatur 23,9-28 derajat C (mataair hipotermal), kesadahan 155-266 mg/l CaCO3 (hard water), DHL 350-597 ?S/Sm (airtanah segar), TDS 200-329 mg/l, dan pH 7,15-8,15. Kation utama yang melimpah adalah Ca2+ dengan kisaran 38,5-93,61 mg/l dan Mg2+ dengan kisaran 5,06-41,3 mg/l, sedangkan anion yang melimpah berupa HCO3-dengan kisaran 182 – 353 mg/l. Tekanan parsial CO2 (Pco2) berkisar antara 0,159% hingga 2,572% dan hampir semua contoh air telah lewat jenuh terhadap mineral CaCO3 (SIkalsit > 0). Fasies hidrokimia mataair kars pada umumnya Ca-HCO3, Ca-Mg-HCO3, dan Mg-Ca-HCO3 yang menunjukkan bahwa air telah berinteraksi dengan batugamping dan batulempung karbonatan. Zonasi hidrogeologi kars secara garis besar dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona kering, zona transisi, dan zona aliran menerus. Zona kering berada di atas zona transisi, terletak pada elevasi yang bervariasi mengikuti bentuk topografi. Zona transisi berada pada elevasi antara 100-35 mdpl. Pada elevasi 100-65 mdpl, mataair yang ada berasal dari aliran difusi terutama melalui jaringan kekar yang intensif dan rapat. Mataair pada zona ini bersifat temporal dan selama musim kemarau memiliki debit minimal (< 1l/dt). Terjadinya penurunan Pco2 menunjukkan sistem tidak mendapat suplai CO2 yang menerus dan terjadinya degassing CO2 sehingga pH dan SIkalsit naik. Densitas kelurusan rata-rata pada elevasi tersebut relatif tinggi (6 – 9 /km2) yang menunjukkan intensifnya sistem rekahan sebagai tempat terakumulasinya air. Air yang terakumulasi kemudian mengalir secara vertikal melalui sistem jaringan rongga pada elevasi 65-35 mdpl menuju zona di bawahnya. Mataair yang terbentuk selama musim kemarau memiliki debit minimal (< 1l/dt) dan beberapa mataair bersifat permanen. Meningkatnya Pco2 menunjukkan air mengalami kontak dengan CO2 sehingga pH dan SIkalsit turun. Densitas kelurusan yang lebih rendah dari rentang elevasi sebelumnya (5-8 /km2) menunjukkan intensitas rekahan lebih sedikit dari rentang elevasi sebelumnya sehingga air yang mengalir lebih terkonsentrasi. Elevasi 35-20 mdpl merupakan zona aliran menerus dengan karakter mataair bersifat permanen. Kontak antara air dengan CO2 terus berlangsung sehingga Pco2 relatif konstan, pH sedikit turun, dan SIkalsit mendekati kondisi kesetimbangan. Karakter aliran didominasi oleh aliran horizontal melalui jaringan rongga yang merupakan akumulasi air dari zona elevasi di atasnya dengan air yang berasal dari daerah tangkapan air yang lebih luas.