2008 TS PP HUSNENI M. 1-COVER.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB1.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB2.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB3.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB4.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB5.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-BAB6.pdf
2008 TS PP HUSNENI M. 1-PUSTAKA.pdf
Radio Frequency Ablation (RFA) merupakan teknik non-bedah dengan kerusakan yang minimal pada jaringan normal, mekanismenya seperti rangkaian listrik lup-tertutup. Jika resistansi listrik jaringan lebih tinggi daripada elektroda probe, maka akan terjadi agitasi ion dalam jaringan karena aliran tegangan AC berfrekuensi gelombang radio 460-550 kHz, kemudian ion-ion tersebut dengan segera mengelilingi elektroda. Agitasi ion ini menciptakan friksi dalam tubuh dan menghasilkan panas sehingga sel-sel tumor mengalami necrosis pada rentang temperatur 50–100 derajat C. Sebelum melakukan terapi, terdapat dua langkah yang harus dilakukan, pertama deteksi ukuran dan lokasi tumor, kedua adalah perencanaan terapi.
Perencanaan terapi sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya ablasi jaringan normal yang berdekatan dengan jaringan tumor akibat daya dan waktu ablasi yang berlebihan, atau jaringan tumor tidak semuanya terablasi sehingga harus dilakukan ablasi yang berulang-ulang. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemodelan untuk mengamati profil temperatur pada jaringan dengan variasi daya, jenis probe dan waktu ablasi. Semua variabel dan parameter pada mekanisme RFA dikarakterisasi dan dimodelkan dalam persamaan kalor-bio dengan menggunakan Metode Elemen Hingga (MEH).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah: untuk variasi probe jarum yang dipengaruhi faktor perfusi pada tegangan yang sama, hasil luas jaringan yang terablasi cenderung menurun sekitar 2%-8% tiap pertambahan 1cm panjang bagian konduksi probe jarum, sedangkan tinggi jaringan yang terablasi cenderung naik sekitar 100%-107% tiap pertambahan 1cm panjang bagian konduksi probe jarum. Perbandingan hasil luas jaringan yang terablasi pada tegangan dan waktu yang sama untuk probe jarum berdasarkan ada dan tidak adanya pengaruh faktor perfusi darah adalah sekitar 1:2. Sedangkan perbedaan hasil pengukuran temperatur dan daerah ablasi untuk kualitas mesh coarser (0,214 cm2/elemen) dan mesh fine (0,024 cm2/elemen) adalah sekitar 7%-14%.