digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

1981 DIS PP SABIKIS 1-COVER.pdf

File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB1.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB2.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB3.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB4.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB5.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-BAB6.pdf
File tidak tersedia

1981 DIS PP SABIKIS 1-PUSTAKA.pdf
File tidak tersedia

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efek asam bongkrek (AB) terhadap transpor beberapa nutrien melalui membran usus halus hewan percobaan, dengan maksud untuk mengetahui apakah AB dengan kadar rendah yang per oral belum menunjukkan adanya keracunan, sebenarnya sudah mengganggu penyerapan nutrien. Dalam seluruh percobaan ini digunakan garam natrium asam bongkrek (Na-AB). Zat ini mempunyai efek farmakologis yang sama dengan bentuk asam bebasnya, lagi pula Na-AB adalah lebih stabil. Na-AB murni dapat diperoleh lewat kromatografi kolom Biogel P-2 dengan eluen air. Cara ini lebih sederhana dan lebih cepat bila dibandingkan dengan cara lain yang ada pada sekarang ini. Kelebihan lain dari cara ini adalah dapat digunakan untuk memproduksi Na-AB murni secara besar-besaran. Percobaan in vitro dengan usus halus tikus Wistar menunjukkan bahwa Na-AB (3,8 x 10-5M) menghambat penyerapan aktif glukosa antara 16 sampai sekitar 45%. Selanjutnya percobaan in situ dengan tikus juga membuktikan bahwa Na-AB (3,8 x 10-5M) menghambat penyerapan aktif glukosa antara 25 sampai sekitar 46%, untuk 3-0-metilglukosa (3,7 mM) adalah antara 38 sampai sekitar 85% sedangkan untuk tirosina (2,2 mM) adalah sebesar 16 sampai sekitar 46%. Perlu mendapat perhatian bahwa AB kelihatannya terikat kuat pada membran usus halus, meskipun usus ini telah dicuci beberapa kali dengan larutan bufer. L-sisteina (0,01 - 0,02 M) ternyata dapat menghilangkan sebagian besar pengaruh penghambatan Na-AB. Hal ini menandakan bahwa-kemungkinan besar ATP-ase, suatu enzima sulfhidril yang pegang peranan penting dalam transpor aktif dihambat oleh Na-AB tersebut. Hal ini mendukung teori yang diusulkan oleh S.Soedigdo et al. bahwa mekanisme kerja AB adalah menghambat anzima-SH (7,8,12). Sisteina dalam kadar akhir yang lebih besar dari (0,02 M) ternyata mengakibatkan perdarahan pada mukosa usus halus tikus. Percobaan selanjutnya membuktikan bahwa Na-AB (3,8 x 10-5M) tidak merghambat penyerapan etanol di usus halus. Telah diketahui bahwa zat tersebut tidak diserap secara aktif (19,20). Hal ini dapat dimengerti karena kerja Na-AB hanya pada ATP-ase. Hasil ini mendukung kebenaran teori tadi ialah bahwa AB mengikat ATP-ase. Adapun ATP-ase ini pada transpor tidak aktif tidak diperlukan. Perlu kiranya diketahui di sini bahwa Na-AB (3,8 x 10-5M) dapat mengaktifkan penyerapan etanol antara 10 sampai sekitar 60%. Penelitian lebih lanjut menyatakan bahwa NA-AB juga racun bagi katak dengan LD50 3,8 mg per kg bobot badan bila diberikan secara intraperitonial. Keadaan ini bertentangan dengan anggapan G.W.M. Lymbach (24). Penelitian in vitro dengan usus halus katak juga menunjukkan bahwa Na-AB (3,2 x 10-6M) menghambat transpor aktif. Percobaan ini adalah menarik untuk diperluas dan diperdalam mengingat sifat poikilotermik katak. Hasil eksperimen di atas menunjukkan bahwa Na-AB atau AB dalam kadar rendah dapat mengganggu penyerapan nutrien di usus. Hal ini diperkirakan berlaku untuk manusia. Maka makanan yang tercemar dengan sedikit Na-AB atau AB, sudah dapat mengganggu penyerapan nutrien, walaupun tidak terlihat adanya tanda-tanda keracunan. Karena Na-AB terikat erat oleh membran usus halus, maka AB bersifat kumulatif yang dapat pula membahayakan kesehatan badan.