digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Industri tenunan sutra merupakan sektor penyumbang devisa Indonesia, yang berasal dari unit-unit industri yang tersebar di berbagai wilayah Nusantara. Sebagian besar unit industri tersebut terletak di Sulawesi Selatan, sehingga propinsi tersebut dikenal luas sebagai sentra terbesar kegiatan pertenunan sutra di Indonesia. Pertumbuhan unit industri tenunan sutra di daerah Sulawesi Selatan berakar dari kegiatan tenunan Gedogan yang sudah dipraktekkan oleh masyarakat setempat sejak dahulu. Tenunan-tenunan sutra tradisional ini menjadi salah satu komoditi perdagangan di Makassar, yang terkenal sebagai bandar transit sekaligus gerbang wilayah Indonesia bagian timur, sehingga mulai dikenal luas. Industri ini semakin berkembang paska kemerdekaan Republik Indonesia, dengan digunakannya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) serta Alat Tenun Mesin (ATM). Untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi, ATBM dan ATM memang lebih efektif serta menguntungkan bagi para perajin dan pengusaha. Namun perkembangan ini tidak sertamerta menghilangkan alat tenun Gedogan dari kegiatan pertenunan sutra Sulawesi Selatan. Di Kabupaten Wajo, sentra utama perajin tenunan sutra Sulawesi Selatan, masih ditemukan penggunaan alat tenun Gedogan oleh perajin-perajin setempat hingga saat ini. Tenunan sutra Gedogan menunjukkan keberadaan nilai kriya yang kuat pada kegiatan pertenunan sutra di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi topik utama dalam penelitian Skripsi kali ini, yakni mencakup nilai estetika, nilai pakai, dan nilai teknik, dalam periode perkembangan industri sutra di wilayah tersebut. (Bab 4 softcopy tidak terdeteksi oleh komputer)