digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-cover.pdf

File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab1.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab2.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab3.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab4A.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab4B.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab5.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-bab6.pdf
File tidak tersedia

2006 TS PP HERLAS JUNIAR 1-pustaka.pdf
File tidak tersedia

Abstrak : Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang berhubungan dengan industri pupuk, mulai dari pemberian subsidi sampai rayonisasi distribusi pupuk. Subsidi pupuk dimaksudkan untuk menstimulus petani meningkatkan produktivitas dan mengatasi rendahnya daya beli petani; sementara kebijakan rayonisasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas/efesiensi, menjamin ketersediaan pupuk di masyarakat dan stabilitas harga pupuk di tingkat petani. Tetapi pada kenyataan di lapangan banyak ditemukan kelemahan dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, antara lain kasus kelangkaan pupuk di beberapa lokasi dan tingginya harga pupuk di tingkat petani. Pupuk merupakan komoditi yang sangat penting dalam usaha meningkatkan ketahanan pangan nasional dan keberadaanya diharapkan mampu menjadi katalisator peningkatan produktivitas sektor pertanian. Kelangkaan dan ketidaktersediaan pupuk di tingkat petani akan menggangu program ketahanan pangan nasional dan menimbulkan instabilitas sosial, ekonomi dan politik. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan kebijakan industri pupuk . Tujuan khusus penelitian ini adalah : (1) menganaisis kondisi industri pupuk di wilayah jawa barat (2) Menyusun kerangka perumusan instrumen kebijakaan industri pupuk pupuk. (3) mengevaluasi kebijakan industri pupuk pupuk yang digunakan saat ini, (4) mengadakan perubahan terhadap kebijakan industri pupuk yang digunakan saat ini dengan melakukan pengembangan pada model analisis kebijakannya. (3) merumuskan kebijakan pengembangan industri pupuk yang lebih akomodatif terhadap kepentingan stakeholders. Penelitian ini menggunakan tiga tahapan pokok dalam merumuskan kebijakan pengembangan industri pupuk, yaitu 1) Assesment kondisi industri pupuk saat ini (existing), 2) Visioning kebijakan yang akan dikembangkan , dan 3) perumusan kebijakan. Berdasarkan basil visoning terhadap stakeholders di Jawa Barat akar permasalahannya, yaitu : diketahui akar permasalahannya,yaitu : 1) Distribusi dan harga pupuk, 2) Pengawasan distribusi, harga dan kualitas pupuk di lapangan, 3) Koordinasi antar lembaga/instansi tekait, 4) Produksi pupuk berkurang, 5) Pola tanam dan konsumsi pupuk di kalangan petani, 6) Kelangkaan pada saat masa tanam, 7) Kebijakan Subsidi, 8) Produk aspal (asli tapi palsu) dan urea tablet yang menggunakan bahan bersubsidi. Tujuan kebijakan industri pupuk yaitu : Terciptanya kebijakan yang dapat mendukung pupuk yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat tempat/lokasi, tepat kualitas, dan tepat harga yang dapat memberikan kontribusi baik produktivitas maupun nilai tambah bagi seluruh stakeholders. Sedangkan misi kebijakan pengembangan industri pupuk adalah : 1)Mendorong kemudahaan dan ketersediaan pupuk di sektor pertanian, 2) Meningkatkan kerja sama dan koordinasi antar lembaga terkait untuk mewujudkan ketersediaan pupuk di lapangan, 3) Mendorong terwujudnya tata niaga pupuk yang dapat memberikan dukungan terhadap program revitalisasi pertanian nasional, 4) Memantapkan kelembagaan petani, 5) Adanya konsistensi kebijakan pemerintah dalam tata niaga niaga pupuk yang berpihak kepada seluruh stakeholders, 6) Meningkatkan partisipasi, tanggung jawab dan kerjasama antar seluruh stakeholders dalam pengawasan industri pupuk, 7) Mendukung terciptanya industri pupuk yang dapat meningkatkan program ketahanan pangan nasional. Selanjutnya pads penelitian ini diusulkan kebijakan untuk pengembangan industri pupuk. Berdasarkan analisis Borda, disimpulkan urutan prioritas pengembangan kebijakan sebagai berikut : 1) Perbaikan pola pemasaran, distribusi dan pengawasannya, 2) Perbaikan sistem produksi, 3) Peningkatan koordinasi kebijakan antar lembaga/instansi terkait didukung dengan sistem informasi yang terpadu, 4) Penguatan kelembagaan petani, 5) Penerbitan UU jaminan pasokan gas bagi industri pupuk, 5) Peningkatan infrastruktur dan sarana pendukung dalam pelaksanaan tata niaga pupuk, 6) Peninjauan ulang sistem subsidi pupuk dan regulasi terkait lainnya, 6) Pembentukan badan pemasaran (marketing board) pupuk tingkat nasional.