digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ahmad Fikri Tafdil
PUBLIC Alice Diniarti

Industri semen menyumbang CO2 sekitar 7% dari emisi CO2 global. Banyak cara dilakukan untuk mengurangi emisi CO2 pada industri semen seperti substitusi sebagian bahan bakar dengan bahan bakar terbarukan atau bahan bakar non-karbon, penggunaan material ketiga dan peningkatan efisiensi peralatan. Namun, terdapat cara lain untuk mengurangi emisi CO2 yaitu carbon capture atau penangkapan CO2 pada aliran gas buang. Salah satu teknologi yang digunakan untuk penangkap karbon ini adalah teknologi calcium looping berbasis CaO yang merupakan bahan baku semen. Teknologi ini memanfaatkan reaksi reversibel antara proses kalsinasi dan karbonasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi hasil penelitian sebelumnya yang mendapatkan hasil kalsinasi berupa Ca(OH)2 dan melakukan reaksi hidrasi untuk meningkatkan kapasitas serap zat penyerap. Penelitian diawali dengan eksperimen kalsinasi seperti penelitian sebelumnya dengan tiga asumsi berbeda yaitu tekanan yang rendah, udara yang terjebak di dalam sistem alat uji, dan pengaruh waktu penyimpanan sampel. Kemudian dilakukan modifikasi alat agar dapat dilakukan reaksi hidrasi dan terakhir melakukan tiga metode reaksi karbonasi. Sampel hasil eksperimen kemudian dianalisis dengan melakukan karakteriasi dengan alat XRD dan SEM&EDS. Evaluasi dari penelitian sebelumnya, menunjukkan satu asumsi yang benar. Terbentuknya Ca(OH)2 pada percobaan tersebut akibat natural hidration, akibat penyimpanan sampel pasca kalsinasi yang sangat lama. Dengan sistem alat uji yang dimodifikasi, reaksi hidrasi, baik dengan proses hidrasi injeksi uap air pada karbonator ataupun dengan menggunakan hidrator dapat dilakukan. Kemudian hasil karbonasi CaO tanpa hidrasi dan Ca(OH)2 dibandingkan. Batu kapur yang terbentuk dari reaksi karbonasi melalui sampel hasil hidrasi memiliki kemampuan serap yang lebih tinggi dibanding sampel yang tidak dihidrasi. Batu kapur yang berasal dari Padang memiliki nilai kemampuan serap lebih tinggi dengan nilai 0,39 gCO2/gCaO, sedangkan batu kapur dari Cilacap memiliki nilai 0,32gCO2/gCaO dibanding kemampuan serap CaO tanpa hidrasi.