digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Imam Priyono
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB I - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB II - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB III - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB IV - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB V - IMAM PRIYONO.pdf
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Imam Priyono
PUBLIC Irwan Sofiyan

Pemahaman kondisi hidrogeologi di dalam konsep penataan ruang wilayah merupakan hal yang mutlak diperlukan. Kondisi hidrogeologi dapat menjadi acuan di dalam pengembangan wilayah permukaan. Analisis hidrogeologi pada cekungan air tanah akan memberikan pemahaman mengenai kondisi geometri akifer di bawah permukaan. Kondisi dan geometri sistem akifer di dalam cekungan air tanah dikendalikan oleh faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan batuan. Pengetahuan dari ketiga hal tersebut akan memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik serta distribusi sistem akifer untuk merekonstruksi cekungan hidrogeologi di wilayah Metropolitan Bandung Raya. Berdasarkan hasil analisis geometri akifer-akiklud di wilayah Metropolitan Bandung Raya didapatkan bahwa terdapat sistem multiakifer dan fokus kepada sistem unconfined aquifer yang tersusun atas litologi batupasir tufaan pada kedalaman 10 – 40 m. Analisis hidrologi permukaan dilakukan dengan melakukan kajian neraca air (water balance) pada kondisi awal (tahun 1940-1951) dan kondisi saat ini (tahun 2008-2019). Berdasarkan hasil perhitungan neraca air dalam dua periode waktu tersebut didapatkan terjadi penambahan run off sebesar 42,59 %. Konsep skematik Zero Artificial Run off (ZARo) dilakukan dengan konsep ZARo individu dan ZARo komunal. Konsep ZARo dilakukan di wilayah DAS Cikapundung dan dengan kombinasi konsep ZARo individu dan komunal dapat mengurangi limpasan buatan sebesar 22,38 %. Konsep ZARo diaplikasikan di wilayah sub-DAS Citepus dan dengan kombinasi konsep ZARo individu dapat mengurangi limpasan buatan sebesar 39,32 %. Konsep ZARo diaplikasikan pada kawasan perkotaan yaitu di kawasan Kampus ITB, Gedung Sate dan Kantor Walikota. Berdasarkan aplikasi konsep ZARo yang diterapkan di tiga kawasan tersebut, didapatkan bahwa dengan konsep ZARo individu dapat menampung limpasan buatan yang muncul pada durasi hujan menit 60 dan 120. Limpasan buatan muncul pada durasi hujan 5 hingga 30 menit namun dapat dibantu dengan konsep sumur resapan sebesar 30 – 40 %. Berdasarkan konsep ZARo komunal berupa tampungan wetland sebesar 900 m3 didapatkan bahwa periode meresapnya limpasan buatan ke dalam sistem unconfined aquifer berkisar antara 3,3 – 38,8 jam. Konsep zero artificial run off diharapkan dapat menjadi solusi di dalam pengendalian banjir dan genangan yang terdapat di wilayah Metropolitan Bandung Raya sehingga kondisi nirbanjir di Indonesia dapat terwujud.