digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hafidz Rizky Firmansyah
PUBLIC Alice Diniarti

COVER Hafidz Rizky Firmansyah
PUBLIC Alice Diniarti

BAB 1 Hafidz Rizky Firmansyah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 2 Hafidz Rizky Firmansyah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 3 Hafidz Rizky Firmansyah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 4 Hafidz Rizky Firmansyah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB 5 Hafidz Rizky Firmansyah
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Hafidz Rizky Firmansyah
PUBLIC Alice Diniarti

Berbagai riset telah dilakukan untuk menghasilkan peta kerentanan wilayah terhadap gempa bumi. Indonesia, dengan resiko gempa buminya yang besar telah memiliki peta resiko gempa berbasis tipe bangunannya untuk setiap wilayah. Namun, peta ini masih mengasumsikan tipe bangunan yang sama untuk suatu wilayah yang besar (sekitar 1000 km2). Beberapa metode dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerentanan suatu bangunan terhadap gempa bumi. Mulai dari metode analitis seperti NLTHA dan pushover , hingga metode empiris seperti rapid visual assessment. Metode analitis ideal digunakan untuk mengidentifikasi kerentanan bangunan yang telah diketahui detail model dan morfologinya, namun sulit untuk dilakukan dalam skala besar. Konsekuensinya, metode empiris, yang memiliki akurasi lebih rendah namun bisa dilakukan lebih cepat kerap diimplementasikan untuk memetakan kerentanan wilayah. European Commission pada tahun 2006 merilis model makroseismik EMS 98 untuk mengestimasi kerentanan dan kerusakan akibat gempa terhadap bangunan eksisting berdasarkan fitur visual. Aplikasi dari klasifikasi tipologi bangunan dengan secara visual ini, apabila dilakukan secara masif akan memberikan informasi kerentanan wilayah dengan cukup baik, serta dapat memberikan gambaran kepada pemegang kepentingan mengenai resiko dampak ekonomi yang akan terjadi pada potensi gempa selanjutnya. Pada praktiknya, metode EMS-98 dilakukan dengan mendatangi setiap bangunan dan melakukan observasi visual oleh surveyor. Namun, implementasi ini jika dilakukan dalam skala besar dan mendetail, menyebabkan biaya untuk mendapatkan data ini sangat tinggi. Terdapat berbagai opsi untuk mengurangi biaya asesmen masif ini. Untuk klasifikasi tipologi bangunannya, dapat digunakan teknik deep learning berbasis jaringan saraf konvolusi (convolutional neural network) (CNN) untuk mengidentifikasi fitur-fitur visual dari foto secara hierarkis. Beberapa tipologi bangunan dari EMS-98 dipertimbangkan dalam studi ini, yaitu confined masonry, RC infilled masonry, timber structure, dan unconfined masonry. Augmentasi data digunakan untuk meningkatkan generalisasi model CNN dan menyeimbangkan distribusi kelas tipologi yang tidak seimbang, dengan cara melakukan oversampling pada kelas tipologi minoritas seperti timber structure dan unconfined masonry. Pada studi ini, akan diaplikasikan algoritma deep learning CNN untuk berbagai tipe dataset dengan kombinasi sumber data, jumlah sampel, serta arsitektur CNN yang berbeda. Arsitektur CNN yang dipertimbangkan dalam studi ini adalah InceptionV3, Xception, MobileNet V3L, dan EfficientNet B0. Performa model diukur dengan f1-score. Domain transfer dilakukan antar model dengan sumber data berbeda untuk menguji robustness dari model. Model-model CNN ini menggunakan weight dari ImageNet, dilatih dengan rasio train-validation-test sebesar 70:15:15, serta optimizer Adam yang dicari hyperparameter optimalnya menggunakan grid search. Upaya regularisasi model dilakukan dengan menambah regularisasi L2, lapisan dropout, transformasi foto bangunan dengan augmentasi, serta label smoothing. Fine-tuning dilakukan secara bertahap mulai dari lapisan konvolusi atas hingga lapisan konvolusi bawah dengan learning rate yang terus menurun. Membandingkan arsitektur model yang berbeda, hasil pengujian menunjukkan bahwa model EfficientNetB0 memberikan nilai f1-score tertinggi dengan rata-rata performa sebesar 78.12% dari 5 dataset dan 4 tipologi bangunan. Membandingkan jumlah sampel untuk proses training, untuk dataset dari virtual tour Google Street View (GSV), penambahan sampel di dataset dari 1x hingga 2x menyebabkan peningkatan performa f1-score hingga 10% untuk kelas tipologi minoritas. Untuk dataset dari data mining menggunakan GSV API, peningkatan sampel dari 1x hingga 4x menyebabkan peningkatan f1-score hingga 45% untuk kelas tipologi minoritas dan 12% secara weighted average. Pada proses domain transfer, dataset dari virtual tour GSV memiliki f1-score paling baik saat diuji dengan domain lain, mencapai 70% saat diuji pada dataset data mining GSV, dan 61% saat diuji pada dataset foto kamera. Membandingkan sumber dataset, foto yang diambil dari data mining menggunakan GSV API memiliki f1-score rata-rata sebesar 87.61%, 17% lebih tinggi dari dataset oleh foto kamera dengan effort pengambilan data dan label yang relatif sama. Evaluasi pengambilan keputusan oleh model CNN divisualisasikan dengan algoritma GradCAM, dan telah menunjukkan hasil cukup baik, dimana model pada lapisan konvolusi teratasnya telah meng-highlight objek bangunan yang diinginkan dan mengabaikan objek nonrelevan. Pengujian sistem CNN ini di kota Bandung dengan menggunakan data mining menunjukkan bahwa dari 1538 sampel foto bangunan yang diambil secara acak, 58% merupakan confined masonry, 39% merupakan RC infilled masonry, 2% merupakan timber structure, dan 1% merupakan unconfined masonry. Inspeksi secara manual terhadap beberapa sampel foto yang diprediksi menunjukkan hasil yang sesuai ekspektasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah data mining dari GSV tidak mampu mencapai wilayah terpencil yang tidak bisa diakses menggunakan kendaraan GSV, sehingga menyebabkan foto bangunan unconfined masonry dan timber structure, yang kerap ada di wilayah pinggiran, sulit didapat.