Akses sanitasi merupakan hak asasi manusia dan komponen dasar dari kesehatan
masyarakat. Salah satu komponen dalam akses sanitasi adalah adanya sistem
pengelolaan air limbah yang berfungsi untuk mencegah pencemaran, dimana 1 m3 air
limbah yang tidak diolah dapat mencemari sekitar 40-60 m3 air bersih. Air bersih yang
tercemar jika dikonsumsi dapat menyebabkan masalah kesehatan. Oleh karena itu,
akses sanitasi merupakan hal yang sangat penting. Tetapi di Kota Bandung, akses
sanitasi layak baru tercapai 62,94% pada tahun 2019. Maka dari itu, penelitian ini
bertujuan untuk menentukan wilayah prioritas pembangunan infrastruktur sanitasi air
limbah dengan memodelkan produksi air limbah dan ketersediaan akses sanitasi di
setiap bangunan. Metode untuk memodelkan produksi air limbah didasarkan pada
jumlah penduduk per bangunan dan luas bangunan. Sedangkan, ketersediaan akses
sanitasi dimodelkan dengan mempertimbangkan persentase akses sanitasi per
kecamatan, mengidentifikasi bangunan kumuh serta melakukan analisis kedekatan
jarak pada data pipa air limbah eksisting dan sungai. Dari pemodelan tersebut
kemudian dilakukan klasifikasi kedalam 9 kelas dan ditentukan urutan prioritas
pembangunan sanitasi. Untuk mendukung perencanaan pembangunan sanitasi,
dilakukan pula analisis kesesuaian lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan
penentuan jalur pipa air limbah menggunakan metode Optimal Path pada daerah
prioritas. Dari hasil pengolahan data, didapatkan wilayah prioritas pembangunan
infrastruktur sanitasi air limbah di Kota Bandung seluas 7,38 Km2 yang terdiri dari
67.135 bangunan dan lokasi IPAL sebanyak 178 titik. Wilayah prioritas tersebut
mayoritas berada di Kecamatan Bojongloa Kaler, Astanaanyar, Batununggal,
Cibeunying Kidul, Coblong, dan Sukajadi.