Salah satu bentuk representasi dari model epidemik spasial adalah melalui sistem
persamaan reaksi-difusi. Suku difusi terdiri dari dua macam, yaitu difusi mandiri
dan difusi silang. Suku difusi mandiri menyatakan pergerakan alami setiap individu
sebagai basis aspek spasial, sedangkan difusi silang menyatakan pergerakan
individu yang disebabkan oleh kelompok lain. Kebergantungan terhadap spasial
menjadi sangat penting dipertimbangkan mengingat bahwa setiap individu bergerak
bahkan berpindah untuk melakukan kegiatan sehari-hari sehingga memperluas
ruang interaksi. Selain difusi mandiri, model pada penelitian ini juga melibatkan
suku difusi silang, tidak saja dengan difusi silang dari individu rentan tetapi juga
dari individu terinfeksi. Pada penelitian ini, suku difusi silang dari individu rentan
menyatakan perpindahan mereka ke area yang individu terinfeksi lebih sedikit
sebagai bentuk representasi dari kecenderungan individu rentan menghindar dari
individu terinfeksi. Namun, difusi silang dari individu terinfeksi menyatakan
kencenderungan di mana mereka berpindah ke area yang lebih padat individu
rentan, seperti untuk bekerja, sekolah, atau urbanisasi. Oleh sebab itu, pergerakan
individu terinfeksi ke area yang lebih padat individu rentan ini menarik untuk dikaji
secara ilmiah dalam pembahasan penyebaran suatu penyakit yang mudah menular
terutama pada situasi pasca pandemi.
Model epidemik spasial pada penelitian ini ditinjau melalui dua aspek, yaitu secara
analitik dan numerik. Kajian analitik dilakukan dengan analisis bifurkasi Turing
yang membawa pada sebuah kajian tentang pembentukan pola-pola pada sebuah
domain spasial. Pola-pola yang juga disebut dengan pola Turing itu terbentuk
akibat terjadinya ketidakstabilan yang kemudian dikenal dengan istilah ketidakstabilan
Turing. Pola-pola tersebut dapat memberikan gambaran tentang dinamika
penyebaran suatu penyakit menular secara spasial. Melalui analisis bifurkasi Turing
tersebut diperoleh syarat terjadinya ketidakstabilan Turing. Berikutnya, ditentukan
persamaan amplitudo dengan bantuan analisis Multiple-Scale untuk memprediksi
pola-pola yang dapat muncul di sekitar titik bifurkasi Turing. Pada persamaan
amplitudo tersebut kemudian dilakukan analisis kestabilan untuk menentukan sifat
kestabilan pola-pola yang telah diprediksi.
Selain kajian analitik, penelitian pada disertasi ini juga dilakukan melalui simulasi
numerik untuk menvalidasi pola-pola yang diprediksi oleh persamaan amplituto di
dekat titik bifurkasi Turing. Simulasi juga dilakukan untuk memperoleh gambaran
pola-pola yang terbentuk pada saat parameter bifurkasi berada jauh dari titik
bifurkasi. Hasil simulasi numerik yang dilakukan secara intensif menunjukkan
bahwa terdapat lima jenis pola pada model, seperti bintik-bintik, campuran bintikbintik
dan garis-garis, garis-garis, campuran garis-garis dan lubang-lubang, serta
lubang-lubang. Dilihat dari sudut pandang epidemiologi, pola lubang-lubang
mengindikasikan bahwa wabah sedang terjadi pada suatu wilayah, sedangkan pola
bintik-bintik menunjukkan situasi bahwa wabah hanya terjadi di area-area tertentu.
Simulasi numerik juga dilakukan dengan memvariasikan koefisien difusi silang
dari individu rentan dan terinfeksi. Hasil simulasi menunjukkan jika koefisien
difusi silang dari individu terinfeksi jauh lebih besar dari koefisien difusi silang
dari individu rentan maka pola-pola yang terbentuk semakin mengarah pada pola
lubang-lubang. Artinya, semakin bebas individu terinfeksi bergerak dan berpindah
ke area yang padat individu rentan maka semakin memicu terjadinya wabah pada
suatu wilayah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pergerakan individu terinfeksi
memiliki peran penting dalam penyebaran penyakit menular yang mungkin
dapat menyebabkan terjadinya serangan gelombang pandemi berikutnya. Penelitian
ini mencoba mengisi celah dalam pembahasan tentang perpindahan individu yang
terinfeksi ke area yang lebih padat individu rentan sehingga dapat menjadi landasan
pengambilan kebijakan bagi pihak terkait dalam menghadapi situasi saat dan pasca
pandemi.