digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ricky
PUBLIC 

Salah satu proses penting dalam mendesain campuran beraspal yaitu pemadatan di laboratorium. Pemadatan campuran Stone Matrix Asphalt (SMA) pada Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 menggunakan metode Marshall sering digunakan karena praktis dan ekonomis, namun tidak dapat mensimulasikan situasi pemadatan yang sebenarnya di lapangan. Tumbukan dalam metode pemadatan Marshall sangat mempengaruhi gradasi agregat dan agregat mudah hancur selama pemadatan. Dengan terjadinya pertumbuhan volume lalu lintas yang pesat, beban sumbu kendaraan, serta perkembangan teknologi konstruksi menjadikan metode pemadatan Marshall tidak dapat secara signifikan mengatasi kondisi tersebut. Metode pemadatan lainnya yang dikenal yaitu Superpave Gyratory Compactor (SGC). Pemadatan dengan metode SGC dapat mengurangi perpecahan agregat kasar, memberikan dampak jangka panjang dari simulasi lalu lintas, serta memiliki korelasi yang baik dengan pemadatan di lapangan. Sampel yang dibuat dari metode SGC memiliki ketahanan deformasi yang lebih besar daripada metode Marshall. Campuran SMA yang dirancang dengan metode SGC membuat agregat dalam campuran dapat lebih mudah bergerak satu sama lain sehingga rongga dalam campuran dapat terisi dengan cepat hingga ke dinding cetakan. Parameter utama dalam pemadatan SGC yaitu sudut putaran, jumlah putaran, tekanan vertikal, serta kecepatan putaran. Sudut putaran merupakan parameter yang memiliki pengaruh terbesar pada pemadatan specimen. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kinerja Modulus Resilien dan kuat lelah (fatigue) pada campuran SMA menggunakan metode pemadatan Marshall dan SGC dengan variasi sudut putaran (0,82°, 1,16°, dan 1,5°). Pengujian dimulai dari pengujian sifat fisik aspal Cariphalte PG76 dan agregat. Selanjutnya dilakukan pembuatan benda uji menggunakan metode pemadatan Marshall berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 (2×50 tumbukan) dan metode pemadatan SGC berdasarkan Spesifikasi AASHTO (sudut 1,16°, 100 putaran, tekanan 600 kPa, kecepatan 30 rpm). Dilanjutkan dengan pengujian kinerja campuran berupa Modulus Resilien dengan alat UMATTA serta umur kelelahan dengan alat Four Point Loading. Dari pengujian sifat fisik aspal dan agregat diperoleh bahwa material yang digunakan telah memenuhi syarat sesuai spesifikasi. Pemadatan campuran SMA menggunakan metode Marshall memiliki nilai VIM yang lebih kecil dan VMA lebih besar dibandingkan dengan metode SGC sudut putaran 1,16° dan 1,5°. Rentang nilai VIM metode Marshall yaitu 3 – 5% sedangkan metode SGC sebesar 4%. Hal ini yang mempengaruhi nilai kadar aspal optimum (KAO) pada masing-masing metode. Semakin besar sudut putaran yang diaplikasikan pada metode SGC maka nilai VIM, VMA, dan KAO campuran menurun serta kepadatan campuran meningkat. Sedangkan nilai VIM, VMA, KAO, dan kepadatan metode Marshall berada diantara nilai metode SGC 0,82° dan 1,16°. Dari pengujian UMATTA, nilai Modulus Resilien (suhu 25°C) pada campuran SMA menunjukkan bahwa semakin besar sudut putaran maka nilai MR akan semakin meningkat sebesar 26%. Campuran SMA yang dipadatkan dengan metode SGC Spesifikasi AASHTO menghasilkan nilai MR yang lebih tinggi dibandingkan metode Marshall Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018. Hasil pengujian fatigue dengan Four Point Loading menunjukkan bahwa campuran SMA yang dipadatkan dengan metode SGC sudut putaran 0,82° menghasilkan nilai umur kelelahan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipadatkan dengan metode Marshall Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018. Secara umum berdasarkan nilai karakteristik volumetric dan kinerja campuran SMA Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2018 jika menggunakan metode pemadatan SGC maka direkomendasikan input parameternya adalah sudut putaran 1,00°, jumlah putaran 100 putaran, tekanan sebesar 600 kPa serta kecepatan putaran 30 rpm.