digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peluruhan radioaktif akibat ketidakstabilan inti dapat mengemisikan partikel subatomik berenergi tinggi, salah satunya adalah radiasi beta. Radiasi ini dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi dalam bentuk baterai nuklir menggunakan semikonduktor sebagai alat pengonversi radiasi-listrik. Beberapa radioisotop seperti H-3, Ni-63, Pm-147, dan Sr-90 merupakan kandidat unggulan sumber radiasi pada betavoltaik yang telah dikaji sejak lama. Pm-147 dan Sr-90 merupakan limbah dari proses fisi yang diproduksi pada reaktor nuklir. Energi peluruhan yang dihasilkan oleh kedua isotop ini juga lebih besar dibanding H-3 dan Ni-63, sehingga potensi daya keluaran yang dihasilkan lebih baik. Kendala utama pada baterai betavoltaik hingga saat ini adalah rendahnya efisiensi konversi radiasi-listrik. Kurang efektifnya proses interaksi partikel beta dengan material semikonduktor dibandingkan dengan foton untuk menghasilkan pasangan elektron-lubang dapat menjadi salah satu penyebab efisiensi baterai betavoltaik jauh lebih rendah dibanding fotovoltaik walau keduanya memiliki prinsip kerja yang hampir mirip. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi betavoltaik adalah penggunaan lapisan pasivasi sebagai perantara bahan logam dan semikonduktor. Cara ini telah diterapkan pada fotovoltaik, guna mereduksi tingginya rekombinasi pada permukaan. Selain itu, intermediasi oleh material fosfor diharapkan dapat meningkatkan efisiensi konversi total melalui sumber hibrid yang disebut radioluminescent light source (RLS). Seng sulfida (ZnS) merupakan salah satu material fosfor yang memiliki kemampuan mengemisikan cahaya dalam spektrum sinar tampak saat menerima radiasi berenergi tinggi. Material ini dapat dikombinasikan bersama sumber beta Pm-147 maupun Sr-90 menjadi RLS. Selain itu, material ini dapat didoping dengan jenis logam lain seperti tembaga, aluminum, mangan untuk mengubah sifat fisisnya sesuai dengan keperluan. Simulasi baterai nuklir diperlukan untuk mempelajari bagaimana kinerja baterai yang optimum sebelum adanya proses fabrikasi. Saat ini metode simulasi baterai nuklir masih terus dikembangkan. Salah satu metode yang cukup akurat untuk menghitung kinerja baterai nuklir berbasis sambungan p-n adalah menerapkan persamaan difusi pembawa muatan minoritas dengan modifikasi model pembentukan peluruhan eksponensial. Pada kasus 1-D, penyelesaian secara analitik masih memungkinkan walau membutuhkan ketelitian dalam penurunan persamaan. Akan tetapi jika model pembentukan diubah maupun pada kasus dimensi besar, cara analitik menjadi lebih kompleks sehingga sulit untuk diselesaikan. Pada penelitian ini, kami berusaha mengembangkan program simulasi menggunakan cara numerik untuk menghitung kinerja baterai nuklir bersumber Pm-147 dan Sr90. Model perhitungan simulasi didasari oleh persamaan difusi pembawa minoritas yang dikembangkan dari teori fotovoltaik dengan model pembentukan peluruhan eksponensial. Karena berbasis persamaan diferensial orde dua, metode numerik beda hingga 2-D dapat diterapkan. Hasil yang didapatkan dari metode numerik kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan analitik 1-D. Model pembentukan pasangan membutuhkan data deposisi energi partikel beta yang didapatkan melalui program Monte Carlo N-Particle X (MCNPX). Verifikasi perhitungan dilakukan menurut rujukan menggunakan sumber Pm-147 dan semikonduktor silikon dengan variasi aktivitas radiasi. Penelitian dimulai dengan mengkaji sistem betavoltaik pada keadaan ideal dan melihat bagaimana kinerja yang dihasilkan. Kemudian dikaji mengenai faktor rekombinasi permukaan yang menyebabkan perbedaan hasil kinerja pada baterai betavoltaik pada rujukan. Selain itu, dikembangkan juga kode program untuk simulasi baterai tipe konversi tak langsung juga dibuat dengan mengembangkan studi simulasi dari rujukan menggunakan material fosfor ZnS:Cu. Penggunaan metode numerik 2-D menghasilkan nilai yang lebih mendekati hasil eksperimen rujukan dibandingkan metode analitik 1-D. Baterai bersumber Sr-90 cenderung menghasilkan daya keluaran maksimum lebih besar namun efisiensi konversi radiasi-listrik lebih rendah ketimbang Pm-147. Saat dilakukan verifikasi, kondisi divais pada saat keadaan pasivasi ideal jauh melampaui hasil eksperimen rujukan. Melalui pendekatan nilai arus dan tegangan yang dilaporkan, didapatkan hasil bahwa nilai kecepatan rekombinasi pada kedua permukaan cukup tinggi, terutama didominasi oleh rekombinasi lubang pada permukaan depan. Hal ini sejalan dengan informasi desain betavoltaik pada rujukan, dengan tidak terlihatnya lapisan pasivasi antara kontak ohmik dan semikonduktor. Peningkatan aktivitas radiasi pada baterai betavoltaik justru menurunkan efisiensi konversi radiasi-listrik. Akan tetapi pada baterai dengan RLS Pm-147/ZnS:Cu, justru efisiensi konversi total meningkat saat aktivitas radiasi ditingkatkan, walau terlihat adanya pola saturasi. Bentuk kurva efisiensi konversi radiasi-cahaya didapatkan bentuk yang serupa dengan hasil eksperimen maupun simulasi pada rujukan. Ketebalan massa optimum material ZnS:Cu dari hasil simulasi ini adalah 18 mg/cm2 , sedikit berbeda dari rujukan yaitu 11 mg/cm2. Secara garis besar, efisiensi konversi saat menggunakan intermediasi material ZnS:Cu lebih besar dibandingkan skema konversi langsung. Hal ini menunjukkan bahwa proses interaksi foton dengan material lebih efektif untuk menghasilkan pasangan elektron-lubang dibandingkan partikel beta. Melalui penelitian ini, diharapkan akan ada pengembangan lanjutan pada kode program menggunakan konfigurasi lain serta melakukan verifikasi terhadap hasil eksperimen.