Pesantren merupakan subkultur kehidupan masyarakat Indonesia yang unik. Untuk
mendapatkan pendidikan agama yang lebih intensif, santri diharuskan untuk tinggal
di dalam asrama yang disediakan oleh pengelola pesantren. Asrama pesantren
merupakan hunian yang bersifat komunal (Communal Living) dan memiliki tingkat
kepadatan yang cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa santri harus berbagi
ruang dengan banyak santri lainnya dalam satu kamar. Selain itu, asrama pesantren
umumnya belum dirancang dengan optimal sehingga menimbulkan banyak
persoalan yang mengganggu kenyamanan santri baik secara fisik maupun
psikologis. Salah satu kebutuhan psikologis santri yang belum terakomodir dengan
baik di asrama pesantren adalah kebutuhan privasi. Privasi merupakan hal yang
sangat penting sebab berfungsi untuk mengontrol interaksi dengan orang lain, serta
untuk membangun otonomi diri, terutama bagi santri yang berada pada usia remaja.
Kurangnya literatur yang membahas tentang asrama pesantren serta belum adanya
regulasi yang mengatur tentang bangunan asrama di Indonesia juga menjadi salah
satu penyebab masih minimnya perhatian pengelola pesantren terhadap kualitas
asrama.
Penelitian ini berfokus pada kebutuhan privasi santri puteri di asrama. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Dipilih dua pesantren yakni Pondok Pesantren Babussalam (PPB) dan Pondok
Pesantren Trubus Iman (PPTI) yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur sebagai
bahan komparasi. Kedua pesantren dipilih karena memiliki asrama puteri dan tata
kelola yang serupa. Hasil observasi awal menunjukkan adanya perbedaan fungsi
kamar tidur pada kedua pesantren. Kamar tidur di asrama PPB merupakan kamar
dengan fungsi ganda, yakni sebagai ruang tidur, ruang kelas, ruang makan dan
ruang ibadah. Sementara kamar tidur di PPTI hanya difungsikan sebagai kamar
tidur. Studi literatur, observasi, wawancara dan dokumentasi digunakan sebagai
strategi pengumpulan data. Pandemi COVID-19 menjadi kendala dalam proses
observasi sehingga dilakukan simulasi aktivitas dan wawancara dengan gambar
sebagai strategi tambahan untuk mengamati pola pemanfaatan ruang oleh santri.
Wawancara dilakukan pada tiga belas santri yang terdiri dari sembilan santri dari
PBB dan empat santri dari PPTI.
ii
Penelitian ini dilakukan untuk memahami konsep dan kebutuhan privasi di kamar
tidur asrama dari perspektif santri. Selain itu, komparasi juga dilakukan untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya perbedaan perilaku yang terjadi dari setting
lingkungan asrama yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa santri telah
memiliki gambaran mengenai kebutuhan privasinya. Adapun jenis privasi yang
dibutuhkan santri antara lain: reserve, yakni keinginan untuk membatasi informasi
mengenai dirinya ke orang lain, seclusion yakni keinginan untuk terbebas dari
gangguan, dan terakhir adalah kepemilikan atau teritori. Untuk mendapatkan
privasi yang diinginkan, santri melakukan adaptasi, adjustment dan mengklaim
teritori. Berdasarkan studi komparasi yang dilakukan, terdapat perbedaan perilaku
antara santri PPB dan santri PPTI. Perbedaan perilaku disebabkan oleh adanya
perbedaan lingkungan fisik dan sosial di antara kedua pesantren. Diketahui,
terdapat empat faktor yang mempengaruhi perbedaan perilaku, yakni: 1.
Ketersediaan ruang penunjang atau ruang bersama; 2. Perbedaan fungsi ruang dan
intensitas penggunaannya; 3. Perbedaan durasi huni; 4. Perbedaan wewenang
pengaturan kamar. Untuk mengakomodasi kebutuhan privasi santri di dalam kamar
asrama, penting bagi arsitek, desainer dan pengelola pesantren untuk
mempertimbangkan beberapa hal, anatara lain: 1. ketersediaann area berganti
pakaian di dalam kamar; 2. Menggunakan furniture yang dapat memberikan privasi
lebih seperti ranjang bertingkat, kelambu, lemari berdaun pintu ganda, serta lampu
tidur; 3. Memperhatikan posisi sertad ukuran jendela dan pintu kamar; 4.
Memperhatikan proporsi antara luasan ruang dan jumlah penghuni; 5. Memisahkan
ataumemberi batas yang jelas antara area privat dan area komunal.