digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Ike Kurniawati
PUBLIC Perpustakaan Prodi Arsitektur

Ketahanan pangan menjadi salah satu isu global yang perlu direspons dengan berbagai pendekatan untuk menghasilkan solusi yang tepat. Terdapat beberapa faktor yang berpotensi menimbulkan kerentanan pangan di Indonesia, yaitu semakin berkurangnya lahan pertanian setiap tahunnya, minimnya jumlah petani muda sebagai generasi penerus dalam kegiatan pertanian, distribusi pangan tidak merata, serta masih maraknya praktik pertanian yang tidak ramah lingkungan. Isu pangan pun menjadi salah satu target dalam Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Arsitektur berpotensi untuk dapat berkontribusi dalam merespons permasalahan tersebut, di antaranya adalah dalam perancangannya meminimalkan lahan terbangun untuk lahan pertanian, menyediakan fasilitas edukasi yang menarik bagi generasi muda terkait pertanian berkelanjutan, serta menerapkan strategi-strategi SDGs pada poin yang berkaitan dengan pangan. Adapun permakultur dapat menjadi pendekatan yang relevan, karena permakultur berfokus menciptakan lingkungan ekosistem produktif secara berkelanjutan, seperti menyediakan kebutuhan pangan pengguna dengan meniru pola-pola alam, bekerja sama dengan alam dibandingkan melawannya, meminimalkan input dari luar tapak, rendah energi, rendah perawatan, dan menghasilkan sistem tertutup tanpa sampah. Pendekatan permakultur tersebut berpotensi untuk diimplementasikan ke dalam perancangan sekolah Islam Kuttab Al Fatih (KAF), yang berada di kawasan pertanian konvensional. Selain itu, kuatnya nilai-nilai Islam yang menjadi basis KAF dapat berintegrasi kuat dengan permakultur, karena terdapat persamaan antara nilai-nilai Islam dengan prinsip-prinsip permakultur. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk merancang sekolah Islam KAF yang diintegrasikan dengan permakultur. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan mengkaji berbagai sumber untuk mengetahui kriteriakriteria yang diperlukan dalam perancangan, strategi-strategi pada proyek sejenis yang dapat diterapkan ke dalam perancangan, serta mempelajari permasalahan dan solusi yang dilakukan oleh para praktisi permakultur dalam mengimplementasikan permakultur. Kemudian, melakukan survei dan wawancara ke lokasi studi untuk mengetahui kondisi fisik maupun non-fisik pada tapak. Adapun pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber untuk mengetahui kondisi dan konteks lokasi studi pada skala yang lebih luas, yang dapat mempengaruhi perancangan KAF. Sementara, metode kuantitatif dilakukan dengan menghitung kebutuhan pangan yang dapat dipenuhi dalam perancangan KAF. Berdasarkan hasil kajian literatur, disimpulkan bahwa kondisi tahan pangan dapat dicapai dengan memastikan setiap individu dapat mengakses pangan yang sehat dengan mudah, dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan, serta nilai, moral, ataupun budaya yang dianut masyarakat setempat. Kondisi tersebut dapat dicapai dengan mengimplementasikan permakultur, yang berlandaskan pada etika dan prinsip permakultur, serta dengan merujuk pada target-target SDGs. Adapun kuttab merupakan lembaga pendidikan setingkat sekolah dasar, yang berasal dari Timur Tengah. Kemudian, terdapat isu yang kuat ditemukan di lokasi studi, yaitu kuatnya nilai Islam yang menjadi basis kegiatan pendidikan di KAF, dengan kurikulum pendidikan kuttab berlandaskan pada Al Qur’an dan Hadist. Maka, dalam perancangannya perlu memperhatikan nilai-nilai Islam. Terdapat nilai-nilai Islam yang dapat diintegrasikan dengan permakultur, namun juga terdapat larangan dalam Islam yang perlu dipertimbangkan ke dalam perancangan. Oleh karena itu, konsep perancangan yang diusulkan adalah permakultur Islami. Adapun visi perancangannya adalah menghasilkan perancangan KAF yang terintegrasi dengan permakultur, dengan nilai-nilai Islam sebagai landasannya, untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan pada skala komunitas. Berdasarkan usulan konsep di atas, isu-isu perancangan utama dirumuskan berdasarkan penggabungan antara prinsip-prinsip permakultur dengan nilai-nilai Islam. Isu-isu tersebut adalah ramah lingkungan (dalam hal penggunaan material, penggunaan energi dan pengolahan limbah), adaptif dan produktif, rendah perawatan dan rendah input dari luar tapak, serta perancangan mengandung pesanpesan tauhid. Isu-isu tersebut direspons ke dalam perancangan kawasan maupun perancangan bangunan. Adapun bangunan yang difasilitasi di dalam tapak terdiri dari bangunan utama dan bangunan pendukung. Bangunan utama berdasarkan pada unsur-unsur yang diprioritaskan ada di KAF, yaitu bangunan pengelola dan ruang guru, masjid, dan bangunan kelas. Selain itu, terdapat bangunan pendukung untuk memfasilitasi kebutuhan institusi Akademi Guru, yang sama-sama berada di dalam tapak, dan masih dalam yayasan yang sama dengan KAF. Akademi Guru berfokus untuk mencetak pengajar yang akan di tugaskan di KAF. Bangunan pendukung tersebut berupa kantor pengelola Akademi Guru, asrama khusus ikhwan (pria), dan rumah musyrif (pengajar). Selain itu, terdapat pula warung AlFatih yang menyediakan keperluan pengguna di dalam tapak, serta dapat dimanfaatkan untuk menjual hasil kebun yang berlebih dari dalam tapak. Adapun fasilitas pelengkap lainnya disediakan berdasarkan hasil analisis pengguna dan kegiatannya di dalam tapak. Pada perancangan KAF, total area terbangun di dalam tapak adalah sebesar 15%, sementara 85% sisanya merupakan ruang terbuka hijau, yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Berdasarkan kondisi tersebut, kebutuhan pangan pengguna dapat dipenuhi 60% dari dalam tapak, dengan rincian 56% pangan dipenuhi dari lahan pertanian, 4% dipenuhi dari bangunan. Dari hasil perancangan tersebut dapat disimpulkan bahwa permakultur pun dapat diimplementasikan ke dalam perancangan arsitekur bangunan, tidak hanya pada perancangan lanskap yang sudah umum dilakukan. Pengimplementasian tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip permakultur ke dalam perancangan arsitektur bangunan. Kemudian, terbatasnya lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan pengguna, dapat ditambah dengan memanfaatkan ruang-ruang yang ada pada bangunan sebagai tempat menumbuhkan tanaman pangan yang beragam, seperti di area atap, balkon, teras, dinding, maupun railing. Maka, arsitektur pun dapat berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan pada skala komunitas