digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pulau Bali merupakan salah satu objek wisata utama di Indonesia yang menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Di sisi lain, Pulau Bali juga rawan terhadap bencana geologi salah satunya bencana gempa. Sejarah mencatat beberapa kejadian gempa merusak di wilayah Pulau Bali, terutama di bagian timur Pulau Bali. Peta Bahaya Gempa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) pada tahun 2017 menunjukkan tingkat guncangan gempa di batuan dasar, namun belum memperhitungkan tingkat guncangan gempa di permukaan. Tingkat guncangan gempa di permukaan sering kali mengalami amplifikasi lebih besar daripada guncangan di batuan dasar. Tingkat amplifikasi ini dipengaruhi oleh ketebalan dan karakteristik sedimen di wilayah tersebut. Penelitian ini menggunakan data rekaman 23 seismometer yang disebar di bagian timur Pulau Bali sejak Desember 2018 hingga Juni 2019 ditambah dengan 5 seismometer milik Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di sekitar Gunung Agung dan Gunung Batur. Data rekaman seismik diolah dengan metode HVSR menggunakan GEOPSY, lalu diinversi menggunakan DINVER untuk mendapatkan nilai ketebalan lapisan sedimen, Vs30, Z1.0 dan Z2.5. Nilai-nilai tersebut dijadikan input dalam pemodelan bahaya gempa di peermukaan. Dari hasil inversi didapatkan nilai ketebalan sedimen di tiap stasiun seismograf bervariasi antara 13 hingga 328 meter. Berdasarkan nilai Vs30 di tiap stasiun seimograf diketahui bahwa kelas tanah di stasiun-stasiun seismograf mayoritas berada pada kelas tanah D (tanah kaku) yang bersifat lunak dan akan memperkuat guncangan gempa. Nilai guncangan gempa di permukaan dari hasil pemodelan bahaya gempa secara probabilistik menunjukkan hasil yang lebih besar daripada guncangan di batuan dasar.