Coronavirus Desease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh coronavirus-2
(SARS-CoV-2) yang menyebabkan sindrom pernafasan akut yang parah, respon hiperinflamasi yang
khas, kerusakan vaskular, mikroangiopati, angiogenesis, dan trombosis yang meluas. Obat golongan
kortikosteroid telah mendapat perhatian dunia sebagai pengobatan yang berpotensi efektif untuk
COVID-19. Meskipun kortikosteroid terbukti dapat mengurangi angka kematian pada penyakit COVID-
19, namun efek jangka panjang dari kortikosteroid pada kematian dan outcome lainnya belum
diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi sinyal dari pelaporan spontan kejadian tidak
diinginkan yang terdapat pada database FDA Adverse Events Reporting System (FAERS). Penelitian
yang dilakukan merupakan studi farmakovigilans dengan pendekatan data mining approach. Tabel
kontingensi dua kali dua digunakan untuk menghitung reporting odds ratio (ROR). Sinyal
disproporsionalitas dianggap signifikan ketika batas bawah 95% CI dari perkiraan ROR lebih tinggi dari
satu dan setidaknya tiga kasus yang dilaporkan. Terdapat 4.743 pasangan kortikosteroid-Adverse
Event (AE) yang terjadi antara 1 Januari 2020 dan 31 Desember 2020 yang tercatat di FAERS untuk
penggunaan kortikosteroid oral dan intravena yang digunakan untuk pengobatan COVID-19. Sebanyak
47 sinyal terdeteksi untuk penggunaan kortikosteroid deksametason. Sinyal disproporsionalitas yang
kuat dicatat untuk hepatic enzyme increased (ROR=10.38 (2.25-47.88)), seizure (ROR=10.38 (1.20-
89.65)), blood loss anaemia (ROR: 9.39 (3.20-27.60)), enterococcal infection (ROR=8,33 (1,77-39,19)),
agitation (ROR=7,32 (2,39-22,36)), hyponatremia (ROR=7,32 (1,53-35,09)), gammaglutamyltransferase increased (ROR=6,23 (0,64-60,56)), hyperglycaemia (ROR=5,87 (2,12-16,27)),
thrombocytopenia (ROR= 5,58 (2,98-10,46)).