ABSTRAK Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti COVER Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 1 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 2 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 3 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 4 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 5 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 6 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 7 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti BAB 8 Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti PUSTAKA Arung Bahari Muslim
PUBLIC Alice Diniarti
Arus laut telah menjadi faktor penting dalam kehidupan sehari-hari contohnya
transport sediment, membangkitkan energi, sebagai navigasi perkapalan, dan lain
lain. Arus laut bisa terbentuk akibat pasang surut (tidal current), angin (wind
induced current), arus besar (substream current), perbedaan densitas (density
induced current) dan akibat gelombang (wave induced current). Wave induced
current adalah arus laut yang terbentuk karena adanya gelombang laut yang datang
menuju garis pantai lalu membawa perubahan momentum dan massa sehingga
terjadi arus. Arus yang terjadi bergerak sejajar terhadap garis pantai yang
dinamakan arus longshore
Arus longshore berasal dari gelombang laut yang datang dari lepas pantai menjalar
dengan sudut tertentu menuju pantai lalu gelombang tersebut mengalami pecah.
Ketika pecah maka momentum gelombang tersebut berkurang sehingga untuk
menyeimbangkan momentumnya maka elevasi muka airnya harus bertambah atau
set up dan arus. Gelombang yang membawa momentum dan massa ini dinamakan
radiation stress. Sampai saat ini persamaan radiation stress masih berkembang
contohnya yaitu ada berdasarkan depth dependent oleh Mellor dan Xia (Mellor,
2008) dan (Xia et al., 2004). Penelitian lainnya yaitu berdasarkan mild slope
equation oleh Zeng (Tang et al., 2016). Penelitian selanjutnya yaitu berdasarkan
mild slope equation lalu ditransformasikan ke koordinat secara kurvalinear (Cui et
al., 2011). Kekurangan penelitian sampai saat ini yaitu persamaan yang
dikembangkan masih dalam koordinat kartesian dan langsung ditransformasikan ke koordinat kurvalinear secara orthogonal. Kedua hal ini memiliki kekurangan berupa
tidak dapat mengakomodir garis pantai yang kompleks.
Muin dan Spaulding (Muin & Spaulding, 1997) telah mengembangkan persamaan
hidrodinamika di koordinat bola dan ditransformasikan ke koordinat kurvalinear
secara non orthogonal. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat mengakomodir
bentuk yang kompleks seperti sungai dan juga bisa diaplikasikan ke garis pantai
yang kompleks. Kekurangan dari penelitian ini yaitu belum memasukkan gaya
tambahan berupa radiation stress. Sehingga pada penelitian ini dilakukan
pengembangan permodelan arus longshore dengan menggunakan teknik non
orthogonal boundary fitted dan mengaplikasikan model tersebut di Pantai Sanur,
Bali.
Kelebihan dari permodelan ini yaitu dapat mengakomodir garis pantai yang
bentuknya kompleks dan perhitungan arus longshore tidak menjadi blowup dan
cepat diselesaikan. Untuk menguji permodelan tersebut layak digunakan atau tidak
dilakukan uji model yang dinamakan steady state wave set up dimana membuat grid
dengan batimetri dengan kemiringan tertentu sehingga dihasilkan nilai wave set
down dan juga wave set up. Pada uji model dibuat 5 skenario dimana skenario-1, 2
dan 3 yaitu uji variasi time step untuk menentukan apakah model hidrodinamika
yang dikembangkan telah stabil atau tidak. Selanjutnya uji sensitivitas yaitu
menguji apakah semakin kecil resolusi yang digunakan maka semakin mendekati
hasil numeriknya dengan hasil analitik. Terdapat 2 skenario pada uji variasi resolusi
yaitu skenario-4 dengan resolusi 50 m x 50 m sedangkan skenario-5 dengan resolusi
30 m x 30 m.
Hasil uji variasi time step mempunyai trendline yang sama dengan analitik dimana
terjadi wave set down dan break di jarak 2500 m dan setelah itu mengalami wave
set up dengan nilai sebesar 1.37 m pada skenario-1, 2 dan 3. Error rata-rata yang
didapatkan yaitu konstan di nilai 21.9%. Uji sensitivas model menyatakan semakin
kecil resolusi maka hasil numeriknya akan semakin mendekati dengan analitik.
Resolusi 30 m x 30 m (skenario-5) menghasilkan error numerik yang paling kecil
di antara resolusi lainnya dimana error set up di pantai sebesar 20.6 %. Untuk
resolusi lain yaitu 50 m x 50 m (skenario-4) menghasilkan error set up di pantai sebesar 21.09 % sedangkan resolusi 100 m x 100 m (skenario-1) sebesar 21.9 %.
Lalu permodelan dibandingkan dengan hasil eksperimen yang dikemukakan oleh
Hamm (Hamm, 1993). Terdapat perbedaan pola arus dimana seharusnya pada jarak
1500 m seharusnya terdapat arus rip tetapi permodelan memberikan arus yang
bergerak terhadap pantai. Dapat disimpulkan model yang dikembangkan kurang
optimal untuk menentukan pola arus tetapi untuk menentukan elevasi masih dapat
diterima. Sehingga model dapat diaplikasikan ke studi kasus yaitu di Pantai Sanur,
Bali.
Ketika model diaplikasikan ke Pantai Sanur, Bali terdapat arus longshore dan juga
terdapat rip current. Terdapat rip current karena terdapat arus yang saling berlawan
dan saling bertemu sehingga untuk menyeimbangkan momentumnya arusnya akan
keluar dari garis pantai. Tidak ada perbedaan pola arus pada skenario-6, 7 dan 8
sedangkan untuk skenario-9 terdapat perbedaan dimana daerah atas tidak terjadi
pusaran air dan arus yang didapatkan lebih kecil dibandingkan 3 skenario lainnya.
Selanjutnya untuk nilai elevasi muka air di daerah bawah permodelan mempunyaiu
set down sebesar – 0.003 m sedangkan set up di pantai sebesar 0.009 m untuk
perioda 100 detik (skenario-6) dan perioda 50 detik (skenario-7). Terdapat
perbedaan untuk perioda 25 detik (skenario-8) nilai set up yang didapatkan yaitu
sebesar 0.008 m sedangkan untuk perioda 5 (skenario-9) detik set up yang
didapatkan yaitu 0.006 m.