digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nazla Innaya
PUBLIC Yati Rochayati

BAB1 Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB2 Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB3 Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB4 Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB5 Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

PUSTAKA Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

COVER Nazla Innaya
Terbatas  Yati Rochayati
» Gedung UPT Perpustakaan

Indonesia, negara dengan wilayah luas dan penduduk yang banyak, ketersediaan akses-akses infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, dan sanitasi di wilayah kabupaten dan kota sangat timpang. Pada tahun 2016, rata-rata ketersediaan akses listrik telah mencapai 83,75 persen dan air bersih mencapai 49 persen dari jumlah penduduk di kabupaten/kota yang bersangkutan. Secara umum, peningkatan akses infrastruktur dasar diperlukan sebagai bentuk meningkatkan performa ekonomi dan sosial wilyah kabupaten/kota di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik, sampai tahun 2018 terdapat sekitar 2.281 desa yang belum mendapatkan akses listrik sama sekali. Kebanyakan dari desa-desa dimaksud berada di wilayah Indonesia timur, sebagian Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam hal ini, PLN juga memiliki keterbatasan dalam menjangkau wilayah terpencil dan terisolir. Berdasarkan data Statistik Ketenagalistrikan Tahun 2019 dan harga listrik PLN 2017 maka diperoleh setidaknya 6 daerah dengan tingkat elektrifikasi rendah dan harga listrik yang tinggi yakni Ambon, Raja Ampat, Toli-Toli, Bau-Bau, Ketapang, dan Kapuas. Di mana harga listrik PLN per 1 kWh yang harus dibayar masyarakat Ambon dan Raja Ampat yaitu Rp2.677, Toli-Toli yaitu Rp2.255, Bau-Bau yaitu Rp2.169, Ketapang yaitu Rp1.692, dan Kapuas yaitu Rp1.149. Sedangkan harga listrik PLN per 1 kWh di daerah lainnya seperti Jawa Barat hanya Rp911. Pada penelitian ini, akan dibandingkan beberapa alternatif sumber pembangkit untuk menyelesaikan masalah air bersih dan listrik tersebut. Perhitungan perbandingan berbagai sumber pembangkit dibantu menggunakan software bernama DEEP5.1 Dengan berbagai sumber pembangkit yakni pembangkit listrik berbahan bakar nuklir (PLTN) dan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam. Untuk desalinasi air pada daerah Ambon, Bau-Bau, Toli-Toli, Ketapang, dan Kapuas dapat diterapkan pembangkit listrik bahan bakar nuklir siklus gas (NGC) dengan distilasi/desalinasi termal Multi Effect Desalination (MED), dengan masing-masing harga per 1 m3 (kubik) yang dihasilkan secara berurutan yaitu Rp10.895,25, Rp11.468,68, Rp11.468, Rp10.608,53, dan Rp10.751,89. Sedangkan untuk daerah Ambon dapat diterapkan berbagai pembangkit listrik bahan bakar nuklir dengan distilasi apapun, dikarenakan harganya yang lebih murah dari harga air di Maluku yang berkisar Rp24.000 dan untuk daerah Raja Ampat, dapat diterapkan PLTN siklus gas (NGC) dengan distilasi MED yaitu Rp11.476,68 per 1 m3. Pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil didapatkan untuk semua daerah, harga listrik terendah dengan bahan bakar gas per kWh sekitar Rp1.255,8, bahan bakar batubara dengan siklus panas sekitar Rp261,8 sedangkan siklus uap sekitar Rp1164,8, dan bahan bakar minyak siklus panas sekitar Rp1201,2 sedangkan siklus uap sekitar Rp3.301,2. Sedangkan pada bahan bakar nuklir untuk siklus panas sekitar Rp268,8 dan siklus gas Rp904,4. Di mana untuk siklus panas tidak relevan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil studi disimpulkan bahwa yang paling menguntungkan adalah ketika menggunakan bahan bakar nuklir, dalam hal ini adalah High Temperature Gas Reactor (HTGR). Kemudian, desain HTGR diatur sedemikian rupa sehingga menyesuaikan keadaan daerahnya namun tetap memenuhi ketersediaan air bersih dan volume kapasitas listrik yang dibutuhkan setiap harinya di daerah yang dimaksud. Pada penelitian, dari keenam daerah yang dilakukan perhitungan kebutuhan listrik dan air, hanya akan dipilih satu daerah saja sebagai perhitungan desain reaktor yang dibutuhkan sebagai sebuah contoh. Desain HTGR dalam hal ini akan menggunakan tools lainnya berupa SRAC. Selanjutnya, pada penyusunan teras bahan bakar reaktor, nilai enrichment diberikan pada rentang 9,9 – 17% untuk mempertahankan keadaan reaktor agar tetap hidup atau memiliki nilai k-eff yang diatas satu. Dari desain reaktor, diperoleh bahwa reaktor dapat berjalan dengan baik selama kurang lebih 1,5 tahun.