digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

PT ABC adalah salah satu perusahaan pertambangan batubara terbesar di Indonesia. Saat ini, di salah satu wilayah pertambangannya, PT ABC masih menggunakan truk untuk mengangkut batu bara. Pengangkutan batubara menggunakan truk bukanlah cara yang paling efisien, sehingga untuk mengurangi biaya pengangkutan batubara secara signifikan, PT ABC berencana membangun sistem konveyor darat sepanjang 19 Km untuk menggantikan sebagian metode pengangkutan truk yang menghubungkan tambang dan pelabuhan. PT. XYZ adalah perusahaan pertambangan yang baru beroperasi yang terletak di sisi barat area konsesi PT.ABC yang berencana untuk mulai berproduksi dalam 3 tahun kedepan. PT. XYZ secara geografis terisolasi dari akses ke sungai yang lebar maupun ke garis pantai, untuk dapat menjual produk batubaranya PT. XYZ harus mendapatkan izin akses untuk membangun jalur pengangkutan batubaranya sendiri baik menggunakan metode pengangkutan truk yang sama atau sistem konveyor melalui area konsesi PT.ABC menuju ke rencana fasilitas pelabuhannya di area garis pantai. Saat ini, induk usaha dari kedua perusahaan PT. ABC dan PT. XYZ telah membentuk sebuah konsorsium bersama dengan investor lain untuk membangun pabrik gasifikasi batubara dimana kedua perusahaan berkomitmen untuk menyediakan bahan baku batubaranya. Komitmen bersama ini membuka peluang bagi PT.XYZ untuk mendapatkan akses pengangkutan batubaranya melalui areal konsesi PT. ABC, sekaligus menciptakan peluang kerjasama operasi sistem konveyor darat untuk pengangkutan batubara. Penelitian ini bertujuan untuk studi kelayakan dari empat skenario, Skenario 1: PT. ABC akan membangun sistem konveyor 15 MTPA untuk pengangkutan batubaranya sendiri dengan asumsi PT.XYZ akan membangun jalan angkutnya sendiri secara terpisah. Skenario 2: Kerjasama operasi antara PT. ABC dan PT.XYZ dengan PT. ABC yang akan membangun sistem konveyor 30 MTPA termasuk untuk menangani pekerjaan operasi dan pemeliharaan fasilitas tersebut untuk melayani pengangkutan batubara dengan kapasitas 15 MTPA untuk masing-masing pihak, sementara PT.XYZ akan dikenakan biaya sewa konveyor. Skenario 3: Kerjasama operasi antara PT. ABC dan PT.XYZ dengan PT. XYZ yang akan membangun sistem konveyor 30 MTPA termasuk untuk menangani pekerjaan operasi dan pemeliharaan fasilitas tersebut, sementara PT.ABC hanya akan dikenakan biaya sewa konveyor. Skenario 4: Kerjasama operasi antara PT. ABC dan PT.XYZ dengan PT. XYZ yang akan membangun sistem konveyor 30 MTPA dan PT.ABC yang akan menangani pekerjaan operasi dan pemeliharaan fasilitas sekaligus dikenakan biaya sewa konveyor. Untuk semua skenario, daya listrik akan disediakan dari Pembangkit listrik PT. ABC yang ada terletak sekitar 75 km dari lokasi. Studi ini menunjukkan bahwa skenario 1 dimana PT. ABC akan membangun sistem konveyor 15 MTPA secara finansial tidak layak yang terlihat dari IRR 5.1% yang lebih kecil dari hurdle rate, serta NPV negatif sebesar USD 54,193,177 dengan 96,1% kepastian proyek ini akan memiliki IRR kurang dari atau sama dengan hurdle rate. Skenario 2 dimana PT. ABC akan sistem konveyor membangun 30 MTPA layak secara finansial dengan IRR 14,5% dan NPV USD 63,936,311 dengan 70.3% kepastian proyek ini akan mencapai IRR lebih tinggi atau sama dengan hurdle rate. Namun alternatif sewa pada skenario 3 dan 4 menunjukan kemungkinan biaya yang lebih murah dibandingkan alternatif membangun pada skenario 2. Skenario 3 menunjukkan 35.4% kepastian opsi sewa dapat lebih murah, sedangkan skenario 4 menunjukkan 96.57% kepastian opsi sewa dapat lebih murah dari membangun. Skenario 4 direkomendasikan dengan mempertimbangkan arus kas keluar termurah dan analisis strategi bahwa PT.ABC memiliki relevansi yang tinggi dalam sumber daya yang ada dalam engineering, operasional dan pemeliharaan fasilitas konveyor yang akan sangat bermanfaat dalam proses kerja sama dan juga memberikan posisi tawar yang lebih tinggi kepada PT.ABC dalam proses negosiasi untuk mendapatkan biaya sewa yang kompetitif.