ABSTRAK Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani BAB 1 Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani BAB 2 Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani BAB 3 Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani BAB 4 Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani BAB 5 Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani PUSTAKA Alif Ardy Saputra
PUBLIC Resti Andriani
Produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat di masa
mendatang karena naiknya kebutuhan untuk pembangunan. Namun,
pertambangan batubara berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
baik pada tambang terbuka maupun tambang tertutup. Karena itu, penting untuk
menjaga keseimbangan antara perhatian terhadap lingkungan dan prioritas
pembangunan ekonomi dan sosial. Untuk memantau pengaruh penambangan
terhadap lingkungan, perusahaan melakukan pengamatan secara reguler. Seiring
bertambahnya waktu, data ini akan semakin banyak sehingga membutuhkan suatu
sistem basisdata untuk mengelolanya. Data ini umumnya mempunyai komponen
spasial, sehingga dapat divisualisasikan dalam peta. Sistem informasi geografi
(SIG) mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di atas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pengelolaan air asam
tambang (AAT) pada SIG dengan menggunakan Phyton 2.51 dan fasilitas model
builder. Dengan terintegrasinya data pengamatan lingkungan, analisis lingkungan,
dan penyajian data spasial, SIG dikembangkan menjadi decision support system
(DSS). Selain memberikan informasi bagi para pengambil keputusan, DSS juga
berfungsi untuk menjembatani berbagai divisi yang terlibat dalam proses
pengelolaan AAT agar lebih efisien. Penelitian ini menggunakan pendekatan
daerah aliran sungai (DAS) untuk mengidentifikasi daerah-daerah kritis, sehingga
pengelolaan AAT lebih difokuskan pada daerah tersebut.
Penelitian difokuskan pada DAS Ukud yang berada di area pertambangan batubara
Lati, PT. Berau Coal. Terdapat tiga kelompok daerah yang memiliki pengaruh
beban pencemar yang besar terhadap kualitas aliran sungai, yaitu kelompok A1,
A8, dan A10, dengan pH berturut-turut 3,96, 4,26, dan 4,17 dan kandungan logam
di atas baku mutu Kepmen LH.113/2003. Kelompok ini memerlukan perhatian
khusus mengingat usaha yang diperlukan untuk menaikkan pH dan menurunkan
kandungan logam terlarut cukup sulit dan membutuhkan biaya yang mahal.