digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hilma Alfianti
PUBLIC Alice Diniarti

G. Agung, G. Bromo, dan G. Sinabung merupakan gunung api dengan aktivitas vulkanik yang tinggi selama sepuluh tahun terakhir. Ketiga gunung api ini representatif segmentasi Busur Sunda yang terdiri dari Zona Busur Sumatra dan Zona Busur Jawa dengan kecepatan pergerakan lempeng yang berbeda dan karakter letusan yang berbeda sehingga menarik untuk dipelajari karakteristik pola aktivitas vulkaniknya berdasarkan laju emisi gas SO2 dan anomali termal yang dikorelasikan dengan data seismisitas. Pengukuran laju emisi gas SO2 di lapangan dilakukan menggunakan Differential Optical Absorption Spectroscopy (DOAS). Laju emisi gas SO2 dihitung berdasarkan kerapatan kolom SO2, jarak pengukuran, kecepatan dan arah angin. Selain itu, emisi gas SO2 dideteksi menggunakan data citra Ozone Monitoring Instrument (OMI) dengan cakupan global harian. Deteksi anomali termal dilakukan menggunakan data citra Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) subsistem Thermal Infrared Radiometer (TIR) yang memiliki resolusi spasial tinggi (90 x 90 m). Data citra ASTER TIR, selanjutnya dikoreksi radiometrik dan termal atmosferik. Algoritma pemisahan emisivitas dan suhu kecerahan digunakan untuk memperoleh suhu permukaan dari kawah G. Agung, G. Bromo, dan G. Sinabung. Semua data penelitian dikorelasikan dengan data seismisitas gunung api. Pola peningkatan laju emisi gas SO2 berkorelasi dengan proses naiknya magma mendekati permukaan pada gunung api dengan sistem terbuka (G. Bromo). Pada gunung api sistem tertutup (fase awal G. Agung dan G. Sinabung), emisi gas SO2 baru terdeteksi setelah transisi sistem tertutup menjadi sistem terbuka. Naiknya magma dari reservoir ke dekat permukaan terdeteksi sebagai anomali termal seperti di G. Agung. Sedangkan di G. Bromo anomali termal tidak terlihat signifikan. Hal ini diinterpretasikan karena letusan G. Bromo bersifat eksplosif dan berlangsung cepat sehingga data citra satelit tidak dapat merekam anomali termal dengan baik. Peningkatan laju emisi gas SO2 dan anomali termal diinterpretasikan adanya injeksi magma ke kedalaman yang lebih dangkal sehingga menjadi indikator peningkatan aktivitas magmatik dan dapat digunakan untuk pemantauan gunung api.