digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 1 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 2 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 3 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 4 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 5 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

BAB 6 Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira

PUSTAKA Jamaluddin Tuankotta
PUBLIC Yoninur Almira


Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan secara resmi COVID-19 sebagai pandemi. Untuk mencegah meluasnya penularan virus, masing-masing negara mengambil kebijakan pembatasan perjalanan, termasuk pemerintah Indonesia. Namun, akibat pemberlakukan kebijakan pembatasan perjalanan, pekerja komuter telah mengalami perubahan cara bekerja dan melakukan perjalanan. Bagi Provinsi DKI Jakarta yang merupakan pusat dari ekonomi Indonesia pada saat ini, tentu hal ini berdampak cukup besar. Penelitian ini dilakukan untuk menguji bagaimana pengaruh pandemi COVID-19 terhadap perilaku perjalanan pekerja komuter di Provinsi DKI Jakarta. Kajian ini penting karena perubahan perilaku perjalanan pekerja komuter di Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan dampak bagi lalu lintas. Terdapat hipotesa tentang adanya perubahan perilaku perjalanan sebelum masa pandemi dan pada masa pandemi, serta perubahan perilaku perjalanan pada masa depan, setelah masa pandemi COVID-19 berakhir. Pada masa pandemi, telah terjadi penurunan tingkat kepadatan lalu lintas pada ruasruas jalan yang menjadi rute pekerja komuter dari tempat tinggal di area Jabodetabek menuju ke tempat bekerja mereka yang berada di Provinsi DKI Jakarta.. Hal ini terlihat pada hasil analisis statistik deskrptif yang menemukan bahwa telah terjadi penurunan waktu tempuh dan biaya transportasi. Pada hasil analisis menggunakan tabulasi silang, didapatkan bahwa telah terjadi perpindahan pengguna transportasi umum ke kendaraan pribadi selama masa pandemi dengan nilai signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja komuter dengan karakteristik laki-laki, bekerja pada sektor pemerintah, berpendapatan tinggi, sudah berkeluarga dan mempunyai anak. Sementara itu, nilai signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja komuter yang meningkatkan distribusi spasial berupa peningatan frekuensi aktivitas bekerja dari rumah adalah mereka yang memiliki status pekerjaan pegawai pemerintah dan bertipe pekerjaan non esensial. Lalu, nilai siginifikan dan kontribusi besar diberikan oleh pekerja komuter yang meningkatkan distribusi temporal dengan cara mengubah pilihanii perjalanan hanya dilakukan oleh pekerja komuter dengan karakteristik berpendapatan tinggi. Pada hasil analisis menggunakan PLS-SEM, ditemukan bahwa terdapat kekhawatiran untuk menggunakan transportasi umum setelah masa pandemi berakhir, dengan nilai signifikan dan kontribusi besar diberikan oleh kelompok pekerja komuter dengan pendapatan rendah. Kelompok yang sama juga mendapat nilai signifikan dan kontribusi besar pada keinginan untuk mendapatkan pengurangan durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim. Sedangkan, nilai signifikan dan kontribusi besar pada indikator keinginan untuk mendapatkan jam kerja fleksibel dan pilihan untuk melakukan perjalanan tidak pada jam sibuk, didapatkan oleh pekerja komuter dengan tipe pekerjaan esensial. Tingginya angka pekerja komuter yang bekerja dari rumah pada masa pandemi tidak diikuti dengan keinginan untuk melanjutkan aktivitas ini setelah masa pandemi berakhir. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang dapat digunakan pada penelitian di masa depan tentang alasan mengapa bekerja di rumah tidak menjadi pilihan pekerja komuter. Walaupun begitu, pada penelitian ini responden berminat untuk tetap mengurangi durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim. Hal tersebut merupakan tanda untuk tetap melanjutkan peningkatan distribusi spasial dengan pilihan lokasi selain dari rumah. Jika pemerintah daerah ingin mempertahankan agar waktu tempuh tetap dalam tingkat yang rendah, maka perlu dibuat kebijakan yang mendorong faktor telecommuting. Peningkatan fasilitas digital dapat dilakukan untuk mendukung pengurangan durasi tatap muka dan aktivitas kerja tim sehingga dapat terus berlanjut. Selain itu, perlu juga untuk mendukung lokasi-lokasi selain rumah, yang dapat menjadi alternatif tempat bekerja seperti restoran, cafe atau co-working space. Kebijakan lain yang dapat menjaga rendahnya waktu tempuh saat berlalu lintas adalah mempromosikan jam kerja fleksibel sehingga pekerja komuter dapat melakukan perjalanan tidak pada jam sibuk. Penelitian ini menemukan angka yang rendah untuk faktor distribusi temporal, padahal kebijakan ini dapat menjadi solusi agar para pengguna transportasi umum tidak berdesakan saat melakukan perjalanan pada masa pandemi. Dalam hal terjadinya perpindahan pengguna transportasi umum ke kendaraan pribadi, pemerintah daerah perlu mempromosikan transportasi umum pada fase pemulihan setelah masa pandemi berakhir. Kebijakan tarif gratis yang dipadukan dengan peningkatan tarif parkir kendaraan pribadi dapat menjadi pilihan agar pekerja komuter baik yang berpendapatan rendah maupun tinggi dapat beralih ke transportasi umum.