digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

COVID-19 adalah jenis penyakit baru dengan tingkat penularan yang sangat tinggi. Kecepatan penyebaran virus telah menjadikan COVID-19 sebagai pandemi global hanya dalam waktu singkat. Merujuk pada cara penyebaran virus, World Health Organization (WHO) memberikan pedoman kepada semua negara untuk membatasi mobilitas manusia. Pemerintah Indonesia pun mengambil kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang menuntut masyarakat untuk tetap berada di rumah dan melakukan berbagai kegiatan dari rumah, contohnya bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dan belajar dari rumah atau study from home (SFH). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dijadikan senjata utama dalam menjalankan kehidupan baru ini. Teknologi digital dianggap mampu untuk menjawab segala tantangan yang muncul dari kebijakan pembatasan sosial. Akan tetapi, faktanya muncul banyak masalah baru sebagai efek penerapan kebijakan PSBB. Peran rumah kini sebagai pusat segala kegiatan turut mengubah tatanan kehidupan rumah tangga yang sudah ada sebelumnya, yang akan dijelaskan menggunakan konsep geografi rumah. Rumah menjadi ruang kontestasi berbagai urusan, tidak lagi hanya untuk kepentingan privat, tetapi juga kepentingan publik. Fungsi rumah pun bergeser, tidak lagi hanya sebagai rumah, tetapi sekaligus sebagai sekolah dan kantor. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus untuk melihat lebih dalam fenomena WFH dan SFH yang terjadi di rumah tangga dan melihat cara keluarga beradaptasi dengan kondisi baru ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik WFH dan SFH membentuk rutinitas serta pola-pola interaksi yang baru antaranggota keluarga dan antara manusia dengan objek-objek di lingkungan rumahnya. Selain itu, keluarga juga melakukan adaptasi dengan melakukan alih fungsi ruang serta pertukaran peran antaranggota keluarga untuk mengakomodasi kebutuhan WFH dan SFH.