Pada daerah informal kumuh, akses dasar untuk sanitasi terbatas karena opsi yang tersedia untuk
penyediaan infrastruktur sanitasi terhambat oleh keterbatasan keuangan. Salah satu upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung kumuh adalah proyek peningkatan visual pada
permukiman informal kumuh. Pada Kampung Jodipan-Ksatrian, hasil peningkatan visual pada
kampung bertahan untuk waktu yang lama serta memberikan nilai tambah berupa menjadikan
kampung menjadi destinasi wisata. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan akses pada sanitasi.
Penelitian dilakukan untuk melihat signifikansi dampak peningkatan visual terhadap perilaku sanitasi
masyarakat Kampung Pelangi 200, lalu membandingkan kedua lokasi studi dengan tujuan untuk
menganalisa faktor-faktor yang membedakan dampak proyek peningkatan visual di kedua lokasi
tersebut dan apa yang dibutuhkan agar peningkatan akses sanitasi dapat tercapai. Uji instrumen
dilakukan dengan pengujian validitas serta keandalan kuesioner. Kemudian data hasil wawancara
diolah menggunakan pendekatan kuantitatif (koefisien korelasi dan dianalisa menggunakan pathway
analysis dengan Rstudio) serta pendekatan kualitatif (conventional content analysis dengan Nvivo).
Berdasarkan hasil uji korelasi dan pathway analysis menggunakan konstruk Theory of Planned
Behaviour, diketahui bahwa peningkatan visual kampung tidak secara signifikan berpengaruh pada
niat untuk berperilaku maupun pelaksanaan perilaku terkait air limbah (menyediakan tangki septik
sesuai SNI) maupun pengelolaan persampahan (pewadahan, pengumpulan, dan pembayaran retribusi).
Berdasarkan hasil conventional content analysis terhadap wawancara warga dan membandingkan
dengan Jodipan-Ksatrian, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan nilai
tambah yang optimal dari pengecatan sehingga dapat berdampak pada peningkatan akses sanitasi pada
Kampung Pelangi 200, yakni aspek ekonomi (penghasilan tambahan dari proyek), kelembagaan
(keterlibatan sponsor dan pengakuan pemerintah daerah), sosial (keterlibatan dan hubungan antar
masyarakat), serta teknis (fasilitas penunjang wisata, visibilitas dan aksesibilitas kampung, serta
keberlanjutan kualitas tampilan visual kampung).