digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Ing_25719303_Wika.pdf)u
PUBLIC Asep Kusmana

Pada daerah informal kumuh, akses dasar untuk sanitasi terbatas karena opsi yang tersedia untuk penyediaan infrastruktur sanitasi terhambat oleh keterbatasan keuangan. Salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung kumuh adalah proyek peningkatan visual pada permukiman informal kumuh. Pada Kampung Jodipan-Ksatrian, hasil peningkatan visual pada kampung bertahan untuk waktu yang lama serta memberikan nilai tambah berupa menjadikan kampung menjadi destinasi wisata. Hal ini memungkinkan terjadinya peningkatan akses pada sanitasi. Penelitian dilakukan untuk melihat signifikansi dampak peningkatan visual terhadap perilaku sanitasi masyarakat Kampung Pelangi 200, lalu membandingkan kedua lokasi studi dengan tujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang membedakan dampak proyek peningkatan visual di kedua lokasi tersebut dan apa yang dibutuhkan agar peningkatan akses sanitasi dapat tercapai. Uji instrumen dilakukan dengan pengujian validitas serta keandalan kuesioner. Kemudian data hasil wawancara diolah menggunakan pendekatan kuantitatif (koefisien korelasi dan dianalisa menggunakan pathway analysis dengan Rstudio) serta pendekatan kualitatif (conventional content analysis dengan Nvivo). Berdasarkan hasil uji korelasi dan pathway analysis menggunakan konstruk Theory of Planned Behaviour, diketahui bahwa peningkatan visual kampung tidak secara signifikan berpengaruh pada niat untuk berperilaku maupun pelaksanaan perilaku terkait air limbah (menyediakan tangki septik sesuai SNI) maupun pengelolaan persampahan (pewadahan, pengumpulan, dan pembayaran retribusi). Berdasarkan hasil conventional content analysis terhadap wawancara warga dan membandingkan dengan Jodipan-Ksatrian, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal dari pengecatan sehingga dapat berdampak pada peningkatan akses sanitasi pada Kampung Pelangi 200, yakni aspek ekonomi (penghasilan tambahan dari proyek), kelembagaan (keterlibatan sponsor dan pengakuan pemerintah daerah), sosial (keterlibatan dan hubungan antar masyarakat), serta teknis (fasilitas penunjang wisata, visibilitas dan aksesibilitas kampung, serta keberlanjutan kualitas tampilan visual kampung).