Target sanitasi aman sebesar 15% pada tahun 2024 yang tertuang dalam
dokumen perencanaan nasional menjadi tantangan bersama. Pasalnya penyediaan
layanan sanitasi dengan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat
(SPALD-S) masih memiliki proporsi yang dominan dibandingan sistem secara
terpusat. Salah satu strategi yang dapat menjamin pencapaian target sanitasi aman
pada SPALD-S salah satunya yaitu dengan adanya Layanan Lumpur Tinja
Terjadwal (LLTT). Penyelenggaraan dan strategi layanan tersebut akan berbeda
jika dioperasikan oleh dua institusi di bawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk mengetahui kondisi eksisting
LLTT, studi ini mengambil kasus Kota Bekasi serta Kota Makassar untuk operator
UPTD dan Kota Medan serta Kota Surakarta untuk BUMD karena kota-kota
tersebut telah menjalankan LLTT dan telah dianggap sebagai best practice dalam
bidang pengelolaan air limbah domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengembangkan bisnis model LLTT di bawah dua kelembagaan yang
berbeda dengan menggunakan metoda campuran kualitatif-kuantitatif-kualitatif.
Pada tahapan awal dilakukan perbandingan studi literatur untuk menentukan
indikator yang mempengaruhi keberjalanan bisnisnya, didapatkan bahwa indikatorindikator tersebut yaitu pola operasi, sarana pengangkuran, prasarana pengolahan,
regulasi, lembaga pengelola, kapabilitas SDM, promosi, kualitas jasa, dampak
lingkungan, penilaian kinerja, sistem pengelolaan, sumber pendanaan, alokasi
keuangan, partisipasi pelanggan, kerjasama kemitraan, dan pemangku kepentingan.
Setelah itu dilakukan penilaian pengaruh indikator melalui kuesioner dan dilakukan
uji kuantitatif Friedman dengan hasil tidak terdapat perbedaan pengaruh subindikator terhadap keberjalanan LLTT di bawah UPTD, di sisi lain terdapat
perbedaan pengaruh sub-indikator terhadap keberjalanan LLTT di bawah BUMD.
Hal ini terjadi karena pelaksanaan LLTT di bawah UPTD belum terlaksana secara
ideal, sedangkan BUMD memiliki beberapa keunggulan dalam pelaksanaan LLTT.
Kemudian dilakukan uji secara kualitatif kembali berdasarkan data hasil wawancara
lanjutan dengan analisa perbandingan dan succesive approximation yang
ii
membahas mengenai pengembangan setiap indikator. Hasilnya seluruh indikator
perlu dikembangkan pada kedua bentuk kelembagaan tetapi bentuk operator
BUMD lebih mudah menjalankan LLTT secara ideal dibandingkan dengan UPTD.
Operator UPTD perlu melakukan pengembangan khusus dalam transformasi
penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU),
pengembangan skema retribusi dan peluang kerja sama pemerintah badan usaha.