digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Target sanitasi aman sebesar 15% pada tahun 2024 yang tertuang dalam dokumen perencanaan nasional menjadi tantangan bersama. Pasalnya penyediaan layanan sanitasi dengan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) masih memiliki proporsi yang dominan dibandingan sistem secara terpusat. Salah satu strategi yang dapat menjamin pencapaian target sanitasi aman pada SPALD-S salah satunya yaitu dengan adanya Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT). Penyelenggaraan dan strategi layanan tersebut akan berbeda jika dioperasikan oleh dua institusi di bawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Untuk mengetahui kondisi eksisting LLTT, studi ini mengambil kasus Kota Bekasi serta Kota Makassar untuk operator UPTD dan Kota Medan serta Kota Surakarta untuk BUMD karena kota-kota tersebut telah menjalankan LLTT dan telah dianggap sebagai best practice dalam bidang pengelolaan air limbah domestik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bisnis model LLTT di bawah dua kelembagaan yang berbeda dengan menggunakan metoda campuran kualitatif-kuantitatif-kualitatif. Pada tahapan awal dilakukan perbandingan studi literatur untuk menentukan indikator yang mempengaruhi keberjalanan bisnisnya, didapatkan bahwa indikatorindikator tersebut yaitu pola operasi, sarana pengangkuran, prasarana pengolahan, regulasi, lembaga pengelola, kapabilitas SDM, promosi, kualitas jasa, dampak lingkungan, penilaian kinerja, sistem pengelolaan, sumber pendanaan, alokasi keuangan, partisipasi pelanggan, kerjasama kemitraan, dan pemangku kepentingan. Setelah itu dilakukan penilaian pengaruh indikator melalui kuesioner dan dilakukan uji kuantitatif Friedman dengan hasil tidak terdapat perbedaan pengaruh subindikator terhadap keberjalanan LLTT di bawah UPTD, di sisi lain terdapat perbedaan pengaruh sub-indikator terhadap keberjalanan LLTT di bawah BUMD. Hal ini terjadi karena pelaksanaan LLTT di bawah UPTD belum terlaksana secara ideal, sedangkan BUMD memiliki beberapa keunggulan dalam pelaksanaan LLTT. Kemudian dilakukan uji secara kualitatif kembali berdasarkan data hasil wawancara lanjutan dengan analisa perbandingan dan succesive approximation yang ii membahas mengenai pengembangan setiap indikator. Hasilnya seluruh indikator perlu dikembangkan pada kedua bentuk kelembagaan tetapi bentuk operator BUMD lebih mudah menjalankan LLTT secara ideal dibandingkan dengan UPTD. Operator UPTD perlu melakukan pengembangan khusus dalam transformasi penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU), pengembangan skema retribusi dan peluang kerja sama pemerintah badan usaha.