digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 6 Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Hafi Auliya Nurhayati
PUBLIC Irwan Sofiyan

Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) merupakan skema pemanfaatan hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian akses kelola lahan di wilayah kerja Perum Perhutani. Namun, hal tersebut belum mampu terwujud dalam implementasi IPHPS di Kelompok Tani Hutan (KTH) Wono Lestari dan Wono Lestari II, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah sejak berdiri pada tahun 2017 hingga tahun 2019. Salah satu prinsip yang penting dalam mewujudkan IPHPS adalah memfasilitasi petani dengan pendampingan yang dapat mengawal pengembangan KTH dalam pengelolaan hutan lestari. Namun, aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh Lembaga Wana Abadi kepada KTH Wono Lestari dan Wono Lestari II belum teridentifikasi dengan baik. Atas kesenjangan tersebut, maka perlu dirumuskan strategi pendampingan dalam implementasi IPHPS di KTH Wono Lestari dan Wono Lestari II. Tujuan penelitian ini yaitu 1) identifikasi kegiatan pendampingan IPHPS; 2) analisis strategi pengelolaan stakeholder dalam kegiatan pendampingan IPHPS; 3) perancangan strategi alternatif dalam kegiatan pendampingan IPHPS. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara semi terstruktur dan studi dokumen secara purposive sampling sebanyak 35 responden. Berdasarkan analisis conceptioning dan analisis data kualitatif, diperoleh hasil identifikasi kegiatan pendampingan yang telah dilakukan, yaitu 1) pada aspek persiapan pra izin berupa penghubungan dampingan dengan sumber daya, perancangan program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, pembangunan hubungan timbal balik, serta perlindungan hak dampingan dan minimalisasi konflik; 2) pada aspek kelola kawasan berupa penghubungan dampingan dengan sumber daya, perancangan program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, serta perlindungan hak dampingan dan minimalisasi konflik; 3) pada aspek kelola usaha berupa penghubungan dampingan dengan sumber daya, peningkatan keberdayaan dan kemandirian, dan perancangan program perbaikan kehidupan sosial ekonomi; 4) pada aspek kelola kelembagaan berupa penghubungan dampingan dengan sumber daya, pembangunan hubungan timbal balik, serta perlindungan hak dampingan dan minimalisasi konflik. Berdasarkan analisis stakeholder, diperoleh strategi pengelolaan stakeholder dalam pendampingan IPHPS, yaitu, 1) pelibatan pada prioritas pertama terhadap Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL), Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BP2SDM), perangkat desa, LWA, KTH Wono Lestari dan KTH Wono Lestari II sebagai stakeholder definitive yang suportif; 2) pelibatan pada prioritas kedua terhadap KPH Telawa sebagai stakeholder expectant-dangerous yang suportif; 3) pelibatan pada prioritas ketiga terhadap lembaga keuangan sebagai stakeholder latent-dormant yang suportif, akademisi sebagai stakeholder latent-discretionary yang suportif dan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Provinsi Jawa Tengah Wilayah III sebagai stakeholder latent-demanding yang suportif; 4) tanpa tindakan terhadap BUMS sebagai non-stakeholder yang bersifat marjinal. Berdasarkan analisis Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT), Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE), Matriks Internal External (IE) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), diperoleh rumusan strategi prioritas dalam pendampingan IPHPS yaitu, 1) meningkatkan motivasi pengembangan diri, pengembangan usaha, pemahaman potensi diri, kemampuan pengambilan keputusan, manajemen, dan teknologi melalui pengajuan pembinaan kepada Ditjen PSKL dan BP2SDM; 2) meningkatkan kemandirian manajemen usaha melalui kerjasama dengan KPH Telawa; 3) meningkatkan komunikasi dengan Ditjen PSKL dan BP2SDM dalam permohonan bantuan sesuai kebutuhan KTH; 4) melatih kemampuan analisis usaha yang dilakukan secara menyeluruh melalui metode group centered learning dengan menerapkan protokol kesehatan; 5) menginisiasi komunikasi dalam persiapan kerjasama dengan BUMS dan lembaga keuangan sesuai kebutuhan KTH.