digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Dian Kurnia Utami
PUBLIC Irwan Sofiyan

Pola operasi pada suatu waduk dibuat sebagai panduan dalam menjalankan waduk. Pada waduk yang bersifat kaskade atau seri, pola operasi waduk yang di hulu akan berpengaruh terhadap pola operasi waduk yang ada dihilir. Di Jawa Barat terdapat tiga waduk seri yang berada di aliran sungai Citarum yaitu Waduk Saguling, Cirata, dan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur). Tercatat bahwa pada tahun 2019 terjadi kekeringan yang berdampak pada operasi ketiga waduk sehingga kondisi permukaan air berada di bawah batas operasi normal masing-masing waduk. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran ketersediaan debit di masa depan dengan menggunakan metode stokastik dan untuk menyimulasikan operasi waduk dimasa yang akan datang. Metode stokastik yang digunakan pada penelitian ini adalah ARIMA dengan bantuan aplikasi RStudio. RStudio sendiri adalah perangkat lunak gratis untuk komputasi statistik dan grafik. Pola operasi yang digunakan untuk ketiga waduk ini diatur pada SNI Pd T-21-2004-A tentang Pengoperasian Waduk Kaskade Berpola Listrik – Listrik – Multiguna. Secara umum pengoperasian waduk tunggal sama dengan waduk seri, perbedaannya ada pada prinsip pembagian berimbang (equal sharing) dimana pengoperasian waduk kaskade secara proporsional berdasarkan volume efektif tiap waduk terhadap volume efektif total semua waduk. Pola operasi setiap waduk dibuat untuk menggambarkan tiga operasi yaitu kondisi kering (debit andalan 35%), kondisi normal (debit andalan 50%) dan kondisi basah (debit andalan 65%). Pada ketiga waduk ini, pola operasi yang dijalankan secara umum adalah menampung air dari bulan Desember hingga bulan Juni (waduk akan mendekati penuh pada bulan Mei dan penuh pada bulan Juni) dan kemudian permukaan air akan menyusut hingga November. Didapatkan data debit historis Pos Nanjung dari tahun 1919-2018 yang didapatkan dari PUSAIR. Pada perhitungan stokastik, diperlukan data yang bersifat stasioner. Salah satu langkah pertama untuk mendapatkan data stasioner adalah memilih data yang akan digunakan, dimana dipilih data yang memiliki karakteristik cenderung sama. Pada penelitian ini, data yang digunakan merupakan data dari tahun 1974 – 2018 (540 data bulanan). Dalam perhitungan penentuan Model ARIMA ini digunakan perbandingan data training dan data testing sebesar 8:2 dikarenakan data yang dimiliki cukup Panjang. Data training dengan periode Januari 1974 – Desember 2009 (432 data bulanan) dan data testing dengan periode Januari 2010 – Desember 2018 (108 data bulanan). Setelah dilakukan uji pendahuluan (Uji Augmented Dickey-Fuller Test, pengamatan pada Plot Auto Correlation Function dan Partial Auto Correlation Function, tes koefisien, Ljung-Box Test dan Kolmogorov - Smirnov Test) pada data training didapatkan bahwa model yang memungkinkan adalah ARIMA (1,0,0) (1,0,1) (12). Model tersebut kemudian digunakan untuk menghasilkan data dengan rentang waktu yang sama dengan data testing dan dengan tingkat kepercayaan hasil ramalan 95% didapatkan nilai korelasi sebesar 0,51 dan nilai Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE) sebesar 0,084. Nilai NSE tersebut mendekati 0 yang artinya nilai yang dihasilkan permodelan memiliki keakuratan nilai mean yang sama dengan data historis. Dengan hasil percobaan pada data training tersebut, dilakukan peramalan dengan model ARIMA yang sama untuk 5 tahun ke depan. Didapatkan persamaan Y_t=6.4368+0.5593.Y_(t-1)+0.999.Y_(t-12)+a_t-0.9723a_(t-12) dan hasil yang didapatkan belum mampu menggambarkan debit puncak. Hasil tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan debit andalan untuk kondisi kering, normal, dan basah. Dari hasil perhitungan pola operasi, terdapat kekurangan pada bulan November tahun 2020. Meski demikian, nilainya lebih kecil dari kebutuhan sungai. Sehingga pada bulan November pola operasi ini masih mampu mengalirkan kebutuhan PJT II. Dengan asumsi bahwa air yang dimanfaatkan PJT II akan kembali ke sungai, maka diperbolehkan. Secara umum pada pola operasi yang dihasilkan, TMA masing-masing waduk mendekati penuh pada bulan Mei dan akan kembali ke kondisi penuh pada bulan Juni di tahun berikutnya. Akan tetapi pada Waduk Jatiluhur kondisi tersebut sulit dipenuhi. Meski demikian, pada waduk jatiluhur sebisa mungkin didesain agar tampungannya mendekati penuh pada bulan Mei. Kekurangan air yang dihasilkan pada perhitungan pola operasi waduk dikarenakan prediksi jumlah air yang masuk belum bisa menggambarkan debit puncak air yang masuk. Terdapat perbedaan energi yang dihasilkan antara pola operasi eksisting dengan hasil perhitungan. Secara umum energi yang dihasilkan mengalami peningkatan. Hal ini kemungkinan dikarenakan TMA Waduk dijaga relatif stabil dan debit yang dikeluarkan tidak begitu berbeda ketimbang pola yang terdapat pada data di rencana operasi.