digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Mira Andam Dewi
PUBLIC yana mulyana

COVER
PUBLIC yana mulyana

BAB 1
PUBLIC yana mulyana

BAB 2
PUBLIC yana mulyana

BAB 3
PUBLIC yana mulyana

BAB 4
PUBLIC yana mulyana

BAB 5
PUBLIC yana mulyana

PUSTAKA
PUBLIC yana mulyana

Saat ini telah banyak penelitian yang melaporkan sifat terapeutik madu, diantaranya madu manuka yang aktivitasnya telah dikonfirmasi terhadap sekitar 60 jenis bakteri, termasuk aerob dan anaerob, serta Gram positif dan negatif. Madu manuka dilaporkan efektif mengatasi infeksi kulit yang sudah resisten terhadap antibiotik dan gangguan pencernaan serta diakui memiliki peran dan potensi sebagai bahan aktif topikal untuk penangan pasca bedah atau infeksi luka. Selain dikonsumsi, madu manuka kerap dijadikan sebagai masker untuk melembabkan kulit dan meredakan radang jerawat. Fakta tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian untuk menguji dan membuktikan efek antimikroba madu jenis lain yang bersifat khusus seperti madu manuka. Laporan penelitian tentang madu yang diterbitkan baru-baru ini mendiseminasikan pentingnya aktivitas penelitian lanjutan untuk mendorong temuan baru tentang manfaat dan penggunaan madu sebagai makanan fungsional dan aplikasi medis. Sejalan dengan hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan karakterisasi dan uji aktivitas antimikroba madu kina (Cinchona ledgeriana Moens ex Trimen) sebagai kandidat bahan aktif antiacne. Penelitian diawali dengan karakterisasi madu kina menggunakan metode Fouriertransform Infrared- Attenuated Total Reflectance (FTIR-ATR). Sebanyak tujuh belas sampel madu diukur untuk mendapatkan spektrum infra merah masingmasing madu. Data bilangan gelombang dan persen transmitan yang diperoleh lalu diolah secara statistik menggunakan metode principal component analysis (PCA) untuk mengetahui kemiripan karakteristik sampel madu. Hasil karakterisasi untuk madu kina S7, S8, dan S9 menunjukkan kedekatan jarak, serta nilai similarity yang tinggi berdasarkan data dendrogram, sehingga diprediksi memiliki komponen penyusun dengan kemiripan struktur maupun sifat fisikokimia. Selanjutnya analisis kluster menunjukkan bahwa sampel madu kina S7, S8, dan S9 berada dalam kuadran yang sama, sehingga disamping memiliki kemiripan sifat fisikokimia, juga diperkirakan berasal dari sumber nektar bunga yang sama. Selanjutnya dilakukan determinasi botani tanaman kina yang berada di lokasi peternakan lebah. Berdasarkan hasil determinasi diketahui tanaman tersebut merupakan hasil stek sambung jenis Cinchona pubescens Vahl. atau dikenal dengan nama sinonim Cinchona succirubra Pav. Ex Klotzsch yang dipakai sebagai batang bawahnya, sedangkan bagian atasnya merupakan jenis Cinchona officinalis L. atau dikenal dengan nama sinomin Cinchona ledgeriana Moens ex Trimen. Karakterisasi simplisia bunga kina meliputi penentuan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol 96%, susut pengeringan, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam, secara berturut-turut memberikan hasil penentuan: 4,6±1,15 %v/b, 48,7±0,59 %b/b, 70,9±0,95 %b/b, 6,6±0,19 %b/b, 2,9±0,25 %b/b, dan 3,0±0,04 %b/b. Karakterisasi simplisia bunga kina belum tertera pada Materia Medika Indonesia (MMI), dan belum ada datanya pada sumber pustaka lainnya. Penyiapan ekstrak bunga kina dilakukan menggunakan metode maserasi untuk meminimalkan kerusakan senyawa metabolit yang tidak tahan pemanasan. Sebagai pelarut digunakan metanol yang merupakan pelarut organik polar dengan titik didih relatif rendah sehingga mudah diuapkan. Ekstrak metanol bunga kina berhasil diperoleh dengan rendamen sekitar 39 %b/b. Berdasarkan hasil karakterisasi FTIR-ATR yang dikombinasi dengan metode kemometrikaa menunjukkan S7, S8 dan S9 memiliki kemiripan sifat fisikokimia dan diperkirakan berasal dari sumber nektar bunga yang sama, sehingga selanjutnya untuk pengujian mutu madu dilakukan pada S7, S8 dan S9 untuk mengkonfirmasi apakah madu kina dari jenis Cinchona ledgeriana Moens ex Trimen yang digunakan memenuhi persyaratan SNI 3545:2013 tentang madu. Uji organoleptik meliputi uji bau dan rasa, sedangkan uji fisikokimia meliputi uji kadar hidroksimetilfurfural (HMF), aktivitas enzim diastase, kadar air, kadar glukosa, kadar sukrosa, uji keasaman, padatan tidak larut air, kadar abu, dan cemaran logam berat, uji kloramfenikol, dan uji cemaran mikroba. Hasil pengujian pada madu kina S8 dan S9 menunjukkan kadar HMF yang memenuhi persyaratan, kecuali pada madu kina S7 menunjukkan kadar HMF yang tidak memenuhi persyaratan, yaitu 52,3 mg/kg, sedangkan pada persyaratan SNI 3545:2013 tidak boleh lebih dari 50 mg/kg. Namun demikian, menurut standar Codex Alimentarius (2000) untuk daerah tropis kadar HMF ditentukan tidak melebihi 80 mg/kg. Ekstraksi madu kina dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol, dan diperoleh rendemen ekstrak metanol madu kina E7, E8, E9 berturutturut sebesar 83, 90, dan 87%. Penapisan fitokimia dilakukan terhadap simplisia bunga kina, ekstrak metanol bunga kina, madu kina S7, S8, S9 dan ekstrak metanol madu kina E7, E8, E9, untuk melihat korelasi kandungan metabolit sekunder dari bunga kina dan madu kina. Hasil penapisan fitokimia simplisia bunga kina dan madu bunga kina menunjukkan kesamaan kandungan metabolit sekunder, yaitu polifenol flavonoid, kuinon, dan monoterpenoid-seskuiterpenoid. Hasil penelitian mengenai kandungan madu oleh beberapa peneliti, melaporkan bahwa metabolit sekunder yang umum terdeteksi dalam madu adalah golongan flavonoid dan polifenol. Jerawat merupakan kondisi peradangan kulit meluas dan parah yang mempengaruhi sekitar 80% remaja dan dewasa muda pada rentang usia 11-30 dengan persentase sekitar 43 % pada laki-laki dan 51% pada perempuan yang berusia dua puluh tahunan. Propionibacterium acnes (P. acnes), Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis), dan Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri utama yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat pada kulit. Eksplorasi fungsi antibakteri madu kina (Cinchona ledgeriana Moens ex Trimen), dan ekstrak metanolnya dilakukan untuk mempelajari aktivitas penghambatannya terhadap bakteri pemicu jerawat. Berdasarkan hasil pengujian mutu madu, hanya madu S8 dan S9 yang memenuhi persyaratan SNI 3545:2013, oleh karena itu pengujian secara in vitro aktivitas antibakteri madu kina hanya dilakukan pada S8 dan S9, serta ekstrak metanolnya E8 dan E9 menggunakan metode mikrodilusi cair dan dilaporkan sebagai nilai konsentrasi hambat minimum (KHM). Selanjutnya nilai KHM yang diperoleh dikonfirmasi pertumbuhannya pada media agar yang telah ditambahkan mikroba uji dan hasilnya dilaporkan sebagai nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM). Hasil pengujian sampel dibandingkan dengan madu medis pembanding manuka MGO 550+, manuka MGO 400+ dan antibiotik tetrasiklin HCl, eritromisin stearat. Sampel madu kina S8, S9, madu manuka MGO 550+, dan madu manuka MGO 400+ menunjukkan efek penghambatan terhadap P. acnes dengan nilai KHM dan KBM masing-masing 32, 32, 32, 32 ?g/mL dan 512, 512, 512, 512 ?g/mL. Sampel yang sama menunjukkan efek penghambatan terhadap S. epidermidis dan S. aureus dengan nilai KHM yang sama, masing-masing 128, 128, 128, 128 ?g/mL, dan nilai KBM >512, >512, >512, >512 ?g/mL. Ekstrak metanol madu kina (E8, E9), madu manuka MGO 550+, madu manuka 400+ menunjukkan efek penghambatan terhadap P. acnes dan S. epidermidis, dengan nilai KHM dan KBM yang sama, masing-masing 0,0625, 0,0625, 0,0625, 0,0625 ?g/mL. Sampel yang sama menunjukkan efek penghambatan terhadap S. aureus dengan nilai KHM dan KBM masing-masing 2, 32, 0,0625, 2 ?g/mL dan 4, 32, 0,0625, 2 ?g/mL. Antibiotik pembanding tetrasiklin HCl, dan eritromisin stearat menunjukkan efek penghambatan terhadap P. acnes dengan nilai KHM dan KBM masing-masing 1,1 ?g/mL dan 32, 256 ?g/mL, kemudian terhadap S. epidermidis menunjukkan nilai KHM dan KBM masing-masing 32, 64 ?g/mL dan 256, 512 ?g/mL, sedangkan terhadap S. aureus menunjukkan nilai KHM dan KBM masing-masing 32, 128 ?g/mL dan 128, 512 ?g/mL. Madu kina, dan ekstrak metanol madu kina menunjukkan aktivitas antimikroba kuat karena nilai KHM berada dalam rentang 50-500 ?g/mL, sehingga memiliki potensi antiacne yang kuat terutama terhadap P. acnes, oleh karena itu dapat dijadikan sebagai kandidat bahan aktif antiacne.