Terdapat kesenjangan antara pertumbuhan pemikiran seni dan kreativitas seni di
Indonesia. Salah satu penyebabnya yaitu kurang dikajinya landasan keilmuan
yang kokoh untuk menjadi dasar pemikiran seni. Di sisi lain, lingkup seni rupa di
Indonesia tidak dapat melepaskan dirinya dari kriya. Sayangnya, sebagai bidang
keilmuan, uraian teoritis mengenai kriya masih sangat sedikit. Kurangnya kajian
teoritis mengenai kriya mengakibatkan tidak adanya kerangka estetika untuk
memahami perspektif yang unik dari kriya.
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau keberadaan konsep kriya dalam karya
lukis sutra John Martono. Ia berangkat dari perspektif seni bahwa karyanya
digunakan sebagai wadah ekspresi diri, namun ia menggunakan kain sutra sebagai
medianya. Dilihat dari material dan tekniknya, lukis sutra umumnya digolongkan
ke dalam karya kriya tekstil. Berada di antara dua perspektif keilmuan seni dan
kriya membuat karyanya menarik untuk dikaji dari perspektif kriya. Kajian
dilakukan dengan cara mengkaji uraian teoritis tentang konsep kriya sebagai bekal
untuk meninjau keberadaan representasi konsep kriya dalam karya lukis sutra
John Martono dan mendeskripsikan unsur visual yang terdapat pada karyanya.
Ditinjau dari teori kriya yang digagas oleh Howard Risatti, karya lukis sutra John
Martono digolongkan sebagai objek seni sehingga tidak ditemukan keberadaan
konsep kriya dalam karyanya. Dari aspek visualnya, karyanya dibagi ke dalam
tiga periode berdasarkan perkembangan unsur visualnya. Unsur visual yang
dideskripsikan berupa material dan teknik, bentuk (linear dan surface), dan warna
yang didasari pada teori morfologi estetik yang digagas oleh Thomas Munro.
Berdasarkan deskripsi unsur visualnya, ditemukan bahwa bentuk yang menjadi
ciri khas karya lukis sutra John Martono berupa garis bergelombang, bentuk
abstrak, dan lingkaran dengan menggunakan skema warna yang sederhana.