digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yunita Paskaria Utami
PUBLIC Alice Diniarti

Kebutuhan hunian terjangkau menjadi jalan keluar bagi masyarakat perkotaan, mengingat pertumbuhan populasi generasi milenial telah memasuki usia produktif di Indonesia. Tipe rumah tinggal tapak (landed house) masih menjadi pilihan idaman bagi masyarakat untuk tinggal di perkotaan karena memiliki biaya perawatan yang relatif lebih murah daripada tipe rumah tinggal bentuk vertikal (rumah susun/ apartemen). Pada kelompok masyarakat tersebut, bentuk hunian alternatif dan terjangkau mulai diperhitungkan keberadaannya, mengingat permasalahan permukiman tentang harga properti yang tinggi, lahan yang terbatas dan lokasi yang jauh dari pusat kota. Hal ini mempengaruhi kebutuhan perancangan hunian dengan konsep compact house, serta memberi pengaruh setiap individu untuk berperilaku dengan konsep compact living. Posisi penelitian berdasarkan pada penelitian terdahulu tentang keberadaan tiny house di negara Barat, fenomena perilaku minimalis di dunia dan munculnya pengaruh compact living dan perilaku minimalis di Indonesia. Terdapat usaha serta proses adaptasi yang dilakukan bagi masyarakat usia produktif dalam memenuhi kebutuhan hunian untuk mewadahi kegiatan sehari-hari di dalam rumah. Teori yang dipergunakan untuk menanggapi hal tersebut berkaitan dengan prinsip dan pemikiran perilaku minimalis, elemen interior, bentuk dan tatanan susunan ruang, pendekatan dan aplikasi arsitektur lingkungan dan perilaku. Konsep compact living diaplikasikan dalam konsep hunian Reduhouse yang diperkenalkan pertama kali oleh prinsipal arsitek SPOA, Rahmat Indrani. Perancangan hunian tinggal yang layak huni akan mempengaruhi kualitas kehidupan penghuninya, terutama dengan kebutuhan mobilitas tinggi dan keberagaman hobi kelompok masyarakat tersebut. Pengaruh arsitektur compact house terhadap perilaku minimalis penghuninya tersirat dalam kondisi fisik rumah tinggal Reduhouse setelah dihuni selama beberapa waktu. Perilaku minimalis menjadi proses interaksi sistem aktivitas setiap individu dengan sistem seting (ruang) di dalam Reduhouse. 2 Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif untuk menafsirkan fenomena tersebut. Aplikasi arsitektur lingkungan dan perilaku pada evaluasi pascahuni bersifat indikatif, hal ini dilakukan untuk memperoleh fakta di lapangan mengenai proses adapatasi yang dilakukan oleh penghuni. Pengambilan data dilakukan melalui evaluasi data sekunder (gambar kerja Reduhouse), proses wawancara terhadap prinsipal arsitek SPOA dan penghuni rumah, dan perlakuan evaluasi walk-through saat observasi tiga rumah Reduhouse terpilih. Proses evaluasi pascahuni dilakukan untuk mengidentifikasi aspek fungsional (zonifikasi, organisasi, sirkulasi, fasilitas, dan fleksibilitas dan perubahan ruang), aspek teknis (ruangan, perabotan dan penataannya), dan aspek perilaku (privasi dan interaksi penghuni, pemahaman dan perancangan bangunan). Tujuan dari penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh konsep hunian terhadap perilaku minimalis penghuni dan mengetahui pengaruh aktivitas penghuni terhadap kondisi interior dalam rumah. Hasil dari penelitian ini berupa tabel berisi kriteria unsur-unsur yang mengalami perubahan pada kondisi fisik interior, serta penjelasan mengenai temuan perbedaan yang signifikan pada masing-masing rumah Reduhouse. Manfaat evaluasi pascahuni terhadap Reduhouse dilakukan untuk menyampaikan tantangan yang dihadapi responden masing-masing rumah serta memberikan gambaran indikasi kegagalan dan keberhasilan perancangan bagi arsitek sebagai bahan pertimbangan untuk hunian Reduhouse lainnya dikemudian hari.