Industri otomotif memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian Indonesia. Industri ini
memiliki multi rantai bisnis seperti pembuatan komponen, pembuatan kendaraan, saluran distribusi, jasa,
penjualan suku cadang, dan pelayanan purna jual. Industri otomotif merupakan industri yang memerlukan
banyak modal sehingga penting bagi perusahaan otomotif yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI)
untuk mengoptimalkan struktur modal mereka. Isu bisnis dalam riset ini adalah profitabilitas dari industri
otomotif cenderung stagnan terutama sejak 2017 hingga 2019. Berdasarkan laporan keuangan 10 tahun ke
belakang, rasio laba bersih industri otomotif mencapai titik tertinggi di tahun 2011 sebesar 11,76%. Setelah
tahun 2011, rasio laba bersih menurun dan mencapai titik stagnan sejak 2017 hingga 2019. Meskipun begitu,
industri ini memiliki peluang untuk bertumbuh di masa depan. Sehingga penentuan struktur modal optimal
sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur modal optimal untuk perusahaan
otomotif dari periode 2015 sampai 2019.
Penelitian ini menganalisa sepuluh perusahaan otomotif tercatat di BEI yaitu PT Astra International Tbk
(ASII), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), PT Indo Kordsa Tbk (BRAM), PT
Selamat Sempurna Tbk (SMSM), PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA), PT Goodyear Indonesia Tbk
(GDYR), PT Indospring Tbk (INDS), PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT), dan PT Prima Alloy Steel
Universal Tbk (PRAS). Tingkat rasio utang dari 0% sampai 90% digunakan untuk mendapatkan struktur
modal optimal. Struktur modal optimal ditentukan dengan rasio uang yang memiliki biaya modal tertimbang
yang paling rendah.
Struktur modal optimal bervariasi antar perusahaan yang dianalisis. Rata-rata struktur modal optimal untuk
ASII, GJTL, AUTO, BRAM, SMSM, MASA, GDYR, INDS, BOLT, dan PRAS adalah 40%, 60%, 10%,
20%, 20%, 10%, 20%, 20%, 10% dan 20%. ASII, AUTO, BRAM, SMSM, GDYR, INDS, dan BOLT
memiliki tingkat utang yang lebih rendah dari optimal, sedangkan GJTL, PRAS, dan MASA memiliki
tingkat utang yang lebih tinggi dari optimal. Untuk mencapai tingkat utang optimal, perusahaan tersebut
melakukan rekapitalisasi, penjualan aset, pendanaan proyek secara diproporsional, atau melakukan
pembelian kembali saham