Dunia arsitektur tidak terlepas dari hal-hal visual sebagai cara untuk
mengabstraksikan ide, melalui visualisasi berbentuk gambar. Gambar berperan
sebagai medium untuk merepresentasikan ide dan identitas yang dimiliki individu.
Perkembangan teknologi digital menyebabkan perubahan teknik visualisasi dari
masa ke masa, mulai dari manual hingga digital. Kini, muncul metode visualisasi
post-digital dalam dunia arsitektur. Makna dari post- sendiri adalah after seperti
dalam postmodernism, yang muncul sebagai antitesis dari modernisme. Sehingga
post-digital mendefinisikan dirinya sebagai after digital, sebuah upaya untuk
menyempurnakan era digital. Namun, penggunaan teknologi digital dalam
representasi arsitektur justru menimbulkan isu mengenai identitas. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap fenomena visualisasi post-digital sebagai bentuk
representasi identitas perancang dalam praktek arsitektur. Penelitian menggunakan
metode kualitatif dengan mengambil subyek penelitian berupa studio arsitektur
yang menerapkan visualisasi post-digital pada prakteknya. Melalui studi
dokumentasi dan analisis visual terhadap gambar-gambar visualisasi post-digital,
akan didapatkan bagaimana perancang dapat merepresentasikan ide dan
identitasnya. Selain itu, pembahasan akan dilanjutkan dalam konteks era informasi
digital yang mempengaruhi perilaku perancang dalam berarsitektur. Konteks ini
ditambahkan untuk melihat perilaku baru perancang dalam mencari dan publikasi
referensi secara daring, dimana perancang menampilkan ide dan identitasnya
melalui kolase post-digital pada publik. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa
terdapat tujuan, perilaku, dan unsur visual pada kolase post-digital yang
mengkonstruksikan identitas perancangnya. Media digital dan daring memiliki
peranan yang besar dalam menggali potensi kolase sebagai medium representasi
melalui perilaku sourcing dan publishing. Era informasi digital sangat berpengaruh
terhadap munculnya fenomena visualisasi post-digital, sehingga dapat dikatakan
bahwa fenomena ini tidak menggeser visualisasi digital, namun justru memperkaya
potensi digital. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam
memproduksi visualisasi post-digital untuk mengeksplorasi potensi representasi ide
dan identitas perancang secara digital pada praktek arsitektur.