digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Dewa Ayu Ketut S. A. A. D.
PUBLIC Alice Diniarti

Dunia arsitektur tidak terlepas dari hal-hal visual sebagai cara untuk mengabstraksikan ide, melalui visualisasi berbentuk gambar. Gambar berperan sebagai medium untuk merepresentasikan ide dan identitas yang dimiliki individu. Perkembangan teknologi digital menyebabkan perubahan teknik visualisasi dari masa ke masa, mulai dari manual hingga digital. Kini, muncul metode visualisasi post-digital dalam dunia arsitektur. Makna dari post- sendiri adalah after seperti dalam postmodernism, yang muncul sebagai antitesis dari modernisme. Sehingga post-digital mendefinisikan dirinya sebagai after digital, sebuah upaya untuk menyempurnakan era digital. Namun, penggunaan teknologi digital dalam representasi arsitektur justru menimbulkan isu mengenai identitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena visualisasi post-digital sebagai bentuk representasi identitas perancang dalam praktek arsitektur. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan mengambil subyek penelitian berupa studio arsitektur yang menerapkan visualisasi post-digital pada prakteknya. Melalui studi dokumentasi dan analisis visual terhadap gambar-gambar visualisasi post-digital, akan didapatkan bagaimana perancang dapat merepresentasikan ide dan identitasnya. Selain itu, pembahasan akan dilanjutkan dalam konteks era informasi digital yang mempengaruhi perilaku perancang dalam berarsitektur. Konteks ini ditambahkan untuk melihat perilaku baru perancang dalam mencari dan publikasi referensi secara daring, dimana perancang menampilkan ide dan identitasnya melalui kolase post-digital pada publik. Berdasarkan analisis, ditemukan bahwa terdapat tujuan, perilaku, dan unsur visual pada kolase post-digital yang mengkonstruksikan identitas perancangnya. Media digital dan daring memiliki peranan yang besar dalam menggali potensi kolase sebagai medium representasi melalui perilaku sourcing dan publishing. Era informasi digital sangat berpengaruh terhadap munculnya fenomena visualisasi post-digital, sehingga dapat dikatakan bahwa fenomena ini tidak menggeser visualisasi digital, namun justru memperkaya potensi digital. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam memproduksi visualisasi post-digital untuk mengeksplorasi potensi representasi ide dan identitas perancang secara digital pada praktek arsitektur.