digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Nurhayati
PUBLIC Latifa Noor

PUSTAKA Nurhayati
PUBLIC Latifa Noor

COVER Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

BAB1 Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

BAB2 Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

BAB3 Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

BAB4 Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

BAB5 Nurhayati
Terbatas  Latifa Noor
» Embargo

Porfirin adalah suatu senyawa organik yang menjanjikan untuk digunakan dalam bidang molekuler elektronik karena sifat elektronik dan fotoniknya yang luar biasa. Kerangka porfirin memiliki sistem ?-konjugasi yang besar dan mampu menyerap kuat pada berbagai panjang gelombang di wilayah spektrum sinar tampak. Jalur konjugasi utama porfirin dapat digambarkan sebagai kontribusi fragmen heterosiklik yang besar dan aromatisitas lokal kedua cincin pirol yang mengakomodasi 18 dan 22 elektron ?. Ciri-ciri yang paling mencolok pada makrosiklik porfirin adalah karakter aromatiknya, yang memiliki pengaruh kuat pada sifat spektroskopi dan reaktivitas kimianya. Aromatisitas adalah konsep yang sangat penting dalam kimia organik fisik. Konsep ini sangat berguna dalam rasionalisasi struktur, stabilitas, dan reaktivitas molekul. Meskipun penting, definisi dan pengukuran aromatisitas menjadi persoalan dan tantangan yang banyak diteliti oleh ilmuan. Kurangnya definisi yang tepat telah menyebabkan banyak persepsi yang berbeda tentang aromatik meskipun banyak indeks yang digunakan untuk mengukur aromatisitas. Pada umumnya, pengukuran aromatisitas dilakukan berdasarkan kriteria energetika, struktur, dan magnetik. Pengukuran aromatisitas menjadi hal yang sulit karena kurangnya data fisik dari konsep ini. Dalam penelitian ini, data fisik konsep aromatisitas dikaji dengan mempelajari awan elektron melalui metode langsung dan tidak langsung, yaitu dengan spektroskopi emisi sebagai fungsi suhu dan scanning tunneling microscopy (STM). Pengukuran spektroskopi emisi dilakukan pada rentang suhu 173?543 K. Hasil kajian perubahan spektra Raman sebagai fungsi suhu mengindikasikan bahwa tidak terjadi transformasi struktur atau reaksi kimia pada rentang suhu pengukuran spektrum emisi. Selain itu, linearitas pergeseran modus vibrasi mengindikasikan ekspansi termal yang reversibel dalam rentang suhu pengukuran. Turunan porfirin yang menjadi fokus penelitian adalah porfirin yang tersubtitusi fenil pada posisi meso, yaitu tetrafenilporfirin (H2TPP) dan kompleks logam porfirin (ZnTPP dan CuTPP). H2TPP adalah porfirin sintesis yang tidak mengikat ion logam pada pusat cincin porfirinnya. Molekul ini memiliki elektron ? yang sangat terdelokalisasi pada struktur annulene dan memiliki intensitas emisi yang tinggi. Kemiripan nilai integral tumpang-tindih spektral (J) yang merupakan integral tumpang tindih spektrum fluoresensi dan serapan yang dinormalisasi pada sistem kristal dan larutan menunjukkan kedua sistem mirip secara elektronik pada suhu tinggi. Selain itu, hal ini juga didukung oleh kemiripan nilai energi transisi (0, 0) pada kedua sistem tersebut. Kemiripan antara dua nilai J mengkonfirmasi bahwa intensitas emisi yang terintegrasi dalam sistem kristal sebanding dengan sistem terisolasi yaitu sistem larutan. Pada sampel kristal tunggal, intensitas emisi diamati menurun dengan meningkatnya suhu. Peningkatan suhu menyediakan energi kinetik bagi elektron untuk mengatasi penghalang energi kurungan yang membuat rekombinasi melalui jalur nonradiatif lebih disukai. Hasil fitting intensitas emisi terintegrasi sebagai fungsi suhu dengan persamaan Arrhenius yang dimodifikasi menunjukkan dua nilai energi kurungan. Nilai energi ini mirip dengan dua daerah kurungan yaitu ukuran 9,92 dan 2,44 Å pada H2TPP. Nilai energi ini terkait dengan ukuran awan elektron yang terdelokalisasi di sepanjang bidang dan ketebalan cincin porfirin. Nilai-nilai ini secara kuantitatif mengekspresikan bentuk abstrak ukuran cincin aromatik molekul H2TPP. Hasil ini sesuai dengan gambar topografi molekul tunggal dan monolayer H2TPP melalui pengukuran STM. Orientasi cincin porfirin relatif terhadap permukaan kristal yang tereksitasi selama pengukuran menentukan informasi yang dapat diekstraksi dari hasil pengukuran spektroskopi emisi sebagai fungsi suhu. Hal ini diamati ketika pengukuran kristal tunggal metaloporfirin ZnTPP dan CuTPP. Pada pengukuran tersebut bidang kristal yang tereksitasi lebih dominan pada bagian sumbu ketebalan kristal sedangkan bagian planar cincin hampir tegak lurus dengan bidang. Hasil fitting intensitas emisi terintegrasi kristal tunggal ZnTPP mengusulkan dua daerah kurungan yaitu 6,54 dan 4,17 Å. Sedangkan, hasil fitting intensitas emisi terintegrasi kristal tunggal CuTPP mengusulkan dua daerah kurungan yaitu 3,92 dan 3,91 Å. Nilai-nilai ini hanya terkait dengan ukuran awan elektron yang terdelokalisasi sepanjang ketebalan cincin porfirin. Kehadiran ion logam pada pusat cincin akan meningkatkan ketebalan cincin porfirin. Pentingnya orientasi cincin porfirin dalam pengukuran spektroskopi emisi sebagai fungsi suhu juga diamati pada hasil fitting intensitas emisi terintegrasi pellet kristal tunggal yang dihancurkan, film tipis H2TPP dan film tipis ZnTPP yang menunjukkan adanya energi aktivasi negatif. Susunan acak molekul H2TPP pada sampel tersebut menginduksi muatan yang terperangkap di kurungan yang stabil dapat dipindahkan kembali ke pusat rekombinasi radiasi. Hal ini yang menyebabkan peningkatan intensitas emisi pada suhu tinggi.