digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

PUSTAKA Muhammad Haidar
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

2020 TA PP MUHAMMAD HAIDAR_LAMPIRAN.pdf?
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Kota Bandung merupakan kota dengan bangkitan pergerakan yang sangat tinggi dari sudut pandang internal maupun eksternal. Namun, kondisi Kota Bandung yang memiliki bangkitan pergerakan yang besar ini tidak diiringi dengan pembenahan sistem transportasi yang memadai menyebabkan Asian Development Bank (ADB) menobatkan Kota Bandung sebagai Kota Termacet di Indonesia melebihi Surabaya maupun Jakarta. Sebagai kota termacet di Indonesia, Kota Bandung telah memiliki kebijakan khusus untuk membenahi sistem transportasinya yang kemudian salah satunya diturunkan ke dalam bentuk indikasi program pengembangan jembatan persimpangan/fly over di beberapa titik strategis di Kota Bandung. Permasalahannya, beberapa kalangan menilai pembangunan fly over di Kota Bandung bukan merupakan solusi yang berkelanjutan dari permasalahan kemacetan yang ada di Kota Bandung. Secara legal formal pun rencana pembangunan fly over yang kini dicanangkan oleh Pemerintah Kota Bandung tidak sesuai dengan apa yang tertera pada indikasi program RTRW Kota Bandung Tahun 2011 – 2031 maupun RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029. Dengan memperhitungkan perkembangan kondisi transportasi Kota Bandung yang dinamis, dinilai penting untuk dilakukan sebuah pengkajian ulang secara mendalam terkait kelayakan ekonomis pembangunan fly over di Kota Bandung yang tidak bersesuaian dengan dokumen rencana ini dari segi biaya dan manfaat yang ditimbulkan. Dalam mengkaji dampak ekonomi infrastruktur fly over, perlu dilakukan pemilihan studi kasus fly over yang telah beroperasi dan memiliki karakteristik yang berbeda, yakni Fly over Antapani dan Kiaracondong. Perbedaan karakteristik tersebut dilihat dari sudut pandang ukuran, konflik lalu lintas yang dilalui serta penggunaan teknologi. Melalui peninjauan literatur diketahui bahwa secara konsisten keberadaan suatu infrastruktur fly over setidaknya akan selalu menimbulkan biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan serta menghasilkan manfaat berupa penghematan waktu, penghematan biaya operasional kendaraan (BOK) dan penghematan biaya kerugian lingkungan. Berdasarkan hasil Cost – Benefit Analysis yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa Net Present Value (NPV) pada akhir umur proyek Fly over Antapani dan Fly over Kiaracondong secara berurutan adalah sebesar Rp. 479,491,998,998,- dan Rp. 3,358,184,604,915,-. Nilai indeks Benefit – Cost Ratio yang dihasilkan pun secara berurutan adalah sebesar 11,38 dan 13,34. Hasil perhitungan kedua parameter tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur fly over di Kota Bandung cenderung layak untuk dilaksanakan karena menghasilkan nilai manfaat ekonomis yang sangat tinggi dan memberikan rasio dampak yang sangat efisien sekalipun dinilai tidak berkelanjutan karena nilai manfaatnya yang secara drastis akan menurun akibat demand yang melebihi kapasitas fly over itu sendiri. Efisiensi pembangunan fly over juga akan semakin meningkat secara signifikan dengan diimplementasikannya teknologi Corrugated Mortarbusa Pusjatan (CMP) serta dipengaruhi pula oleh faktor perubahan kebijakan penentuan tingkat suku bunga bank yang ditetapkan oleh pemerintah.