digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Anindita Putri Dewanti
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

2020 TA PP ANINDITA PUTRI DEWANTI_LAMPIRAN.pdf]
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Salah satu upaya pemerintah dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang baru untuk mewujudkan pemerataan kualitas sekolah dan sebaran peserta didik adalah dengan dikeluarkannya aturan baru mengenai sistem zonasi sekolah dalam melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Kebijakan zonasi sekolah menyatakan bahwa penerimaan calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah memiliki persentase kuota yang lebih dominan ketimbang jalur lainnya. Dari perspektif transportasi, kebijakan ini memiliki potensi positif dalam menciptakan pola distribusi pergerakan bersekolah yang lebih merata sehingga idealnya terjadi reduksi panjang perjalanan yang akan berimplikasi pada perbaikan kinerja transportasi Kota Bandung secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan zonasi sekolah terhadap pola distribusi pergerakan bersekolah peserta didik SMA Negeri di Kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis distribusi spasial dan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan zonasi memberikan pengaruh terhadap perubahan total rata-rata panjang pergerakan bersekolah peserta didik SMA Negeri di Kota Bandung sebesar 35% dengan distribusi pergerakan yang sudah tidak lagi terpusat di pusat kota tepat beradanya sekolah-sekolah favorit. Namun masih terdapat kendala dalam implementasi kebijakan zonasi yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitas fasilitas pendidikan serta minimnya keterjangkauan transportasi umum untuk melayani pergerakan peserta didik.