Pada tanggal 28 September 2018 di Kota Palu terjadi gempa dengan 7,7 M. Gempa
tersebut disusul oleh terjadinya tsunami. Berdasarkan pengamtan gempa tersebut
merupakan hasil bangkitan longsor bawah laut. Pada peta gempa nasional di sekitar
Teluk Palu terdapat beberapa sesar dengan mekanisme reverse yang berpotensi
membangkitkan tsunami. Salah satu sesar tersebut yaitu Makassar Strait dan North
Sulawesi Megathrust. Berdasarkan data historis lempeng tersebut pernah
menyebabkan terjadinya tsunami. Gempa terbesar yang terjadi pada Makassar
Strait yaitu 7,7 M, dan untuk North Sulawesi Megathrust yaitu 8,3 M.
Analisi model tsunami menggunakan perangkat lunak berupa Delft3D. Pemodelan
dilakukan 2 skenario yaitu scenario 1 yang bersumber dari Makassar Strait dan
skenario 2 yaitu North Sulawesi Megathrust. Simulasi model dilakukan dengan 3
domain, yaitu domain besar, sedang, dan kecil. Pada domain besar grid berukuran
1x1 km, domain sedang 100x100m, dan pada domain kecil grid berukuran 50x50
m. Hasil dari domain besar merupakan input untuk domain sedang, dan hasil dari
domain sedang untuk input domain kecil. Pada domain kecil kondisi data topografi
dan barimetri menggunakan resolusi tinggi. Hasil dari pemodelan skenario tersebut
berupa waktu tiba tsunami, pola sebaran, dan genangan. Dari hasil simulasi
diperoleh waktu tercepat untuk tsunami tipa di lokasi kajian yaitu 24 menit, dan
skenario yang luas daerah terpapar genangan tsunami yaitu skenario 1. Tinggi muka
air maksimal yaitu 5.64 m yang terjadi pada skenario 1.
Data genangan maksimum menjadi input untuk pengembangan peta ancaman.
Genangan tersebut beresolusi sama dengan ukuran model domain kecil yaitu 50x50
m. Analisis peta risiko menggunakan resolusi yang sama dengan model domain
kecil. Pengembangan peta risiko pada kajian ini berdasarkan indeks kerentanan
(Vulnerability), ancaman (Hazard), dan Kapasitas (Capacity). Kerentanan adalah
ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. ancaman adalah potensi
bencana yang menimbulkan kerusakan, dan kapasitas adalah kesiapan masyarakat
dalam menghadapi bencana. Analisis risiko pada kajian ini menggunakan tig akelas
yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Klasifikasi risiko berdasarkan nilai indeks yang
diperoleh dari analisis hubungan kerentanan, ancaman, dan kapasitas.
Peta kerentanan pada kajian ini menggunakan analisis spasial. Parameter
kerentanan pada kajian ini yaitu indeks lingkungan, dan sosial. Bobot untuk analisis
nilai kerentanan terbesar pada kerentanan sosial. Bobot kerentanan social pada
kajian ini yaitu 60%, sedangkan untuk kerentanan lingkungan yaitu 40%. Indeks
lingkungan terbagi menjadi 3 yaitu kemiringan (Slope), elevasi dasar (Ground
Elevation), dan jarak dari pantai (Distance). Ketiga nilai parameter tersebut
dikalikan dengan bobot masing-masing lalu dijumlahkan untuk mendapatkan nilai
kerentanan lingkungan. Bobot kerentanan kemiringan yaitu 20%, untuk kerentanan
elevasi 40%, dan kerentanan jarak dari pantai yaitu 40%. Untuk kerentanan sosial
berdasarkan kepadatan penduduk pada lokasi kajian.
Pengembangan peta ancaman pada kajian ini menggunakan genangan maksimum
hasil simulasi. Genangan maksimum diperoleh dengan overlay genangan skenario
1 dan skenario 2. Dari overlay tersebut diperoleh genangan maksimum tsunami
terjadi pada skenario 1. Klasifikasi ancaman pada kajian ini berdasarkan kedalaman
genangan.
Kapasitas pada lokasi kajian termasuk kelas rendah. Pendekatan analisis kapasitas
pada kajian ini berupa studi literatur. Secara Pendidikan mitigasi dan kebencanaan,
Kota Palu sudah menerapkan pada Pendidikan SD sampai dengan SMA.
Kelembagaan bencana dan sistem peringatan dini pada Kota Palu sudah tersedia
namun diperlukan kajian lanjut terkait kesiapan sistem peringatan dini dan
kelembagaan bencana.