digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Sherin Fredrika Sibarani
PUBLIC yana mulyana

Artemisinin, suatu seskuiterpen endoperoksida, yang diisolasi dari Artemisia annua telah direkomendasikan oleh WHO sebagai pengobatan malaria yang efektif melalui terapi kombinasi berbasis artemisinin (artemisinin combination therapy/ ACT). Salah satu strategi produksi dengan penerapan teknologi modern untuk meningkatkan produksi artemisinin adalah rekayasa metabolik untuk jalur biosintesis artemisinin pada bakteri. Pada penelitian ini dilakukan upaya konstruksi jalur biosintesis alternatif untuk produksi prekursor artemisinin menggunakan bakteri Bacillus subtilis. Pemanfaatan fleksibilitas amorfadiena sintase (Ads) untuk menerima substrat farnesyl difosfat yang terhidroksilasi digunakan dalam tahap biosintesis aldehid dihidroartemisinat sebagai prekursor artemisinin. Sitokrom CYP124 Mycobacterium tuberculosis dipilih untuk dapat mensuplai 12-hidroksifarnesyl difosfat. Kinerja CYP memerlukan feredoksin/flavodoksin–NADPH reduktase dan feredoksin/flavodoksin. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan konstruksi gen pengkode flavodoksin (ykuN dan ykuP) dan flavodoksin reduktase (yumC) dari B. subtilis beserta cyp124 M. tuberculosis dalam rangka biosintesis aldehid dihidroartemisinat sebagai prekursor artemisinin. Pada studi literatur, penulis mendeskripsikan flavodoksin dari B. subtilis (YkuN dan YkuP) yang dapat bekerja sebagai pembawa elektron dalam rentetan reaksi redoks bersama sitokrom P450 BioI. Laju transfer elektron (Kred) dari kedua flavodoksin tersebut lebih cepat dari flavodoksin E. coli (FldA dan FldB). Flavin mononukleotida (FMN) yang terikat pada protein YkuN dan YkuP (flavodoksin dari B. subtilis) berpengaruh pada stabilitas struktur flavodoksin. Selain itu dibahas pula strategi untuk meningkatkan aktivitas CYP. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah melalui rekayasa regenerasi NADPH sebagai kofaktor pembawa elektron. Rekayasa metabolik ini berhasil meningkatkan produksi protopanaxadiol (tergolong senyawa terpenoid) lebih dari 11 kali lipat dari varian ragi awal tanpa optimasi regenerasi NADPH.